Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Menkeu Sri Mulyani: ‘Hari-hari Ini Kalau Ngomongin Pajak, Ada yang Sering Nyelomotin Saya’ – Halaman all

Menkeu Sri Mulyani: ‘Hari-hari Ini Kalau Ngomongin Pajak, Ada yang Sering Nyelomotin Saya’ – Halaman all

 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui saat ini perpajakan tengah menjadi isu yang sensitif.

Hal itu ia sampaikan ketika memberi sambutan dalam acara Peresmian Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2025, Kamis (2/1/2025).

Sri Mulyani awalnya membicarakan implementasi pajak karbon dan regulasi batas atas emisi sektoral untuk mendorong pengembangan bursa karbon.

Ia mengatakan akan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk membicarakan hal tersebut.

“Jadi kami akan terus berkoordinasi dengan para menteri dan lembaga terkait, terutama dengan Kementerian Perdagangan, karena dalam hal ini kita terus akan memperkuat termasuk berbagai instansi seperti Kementerian ESDM dan bahkan transportasi,” ujar Sri Mulyani.

Setelah itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun menyinggung bagaimana perpajakan tengah menjadi isu yang sensitif belakangan ini.

“Hari-hari ini kalau ngomong pajak, ada yang sering sudah nyelomotin saya, sering banget,” ujar Sri Mulyani.

Isu perpajakan tengah menjadi perbicangan hangat karena kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun ini.

Kenaikan PPN menjadi 12 persen ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

PPN 12 persen menjadi polemik di kalangan masyarakat. Kebijakan ini dinilai akan mendatangkan dampak buruk. Gelombang penolakan pun datang dari berbagai kalangan.

Akhirnya, pemerintah memutuskan untuk memberlakukan PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah yang selama ini sudah terkena Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

Barang mewah itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2021.

PMK tersebut mengatur tentang Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Lantas, barang apa saja yang terkena PPN 12 persen?

1. Kelompok hunian mewah:

Rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp 30 miliar.

2. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.

3. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara:

Peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.

4. Helikopter

5. Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya selain helikopter.

6. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara:

Senjata artileri
Revolver dan pistol
Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.

7. Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum:

Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri, dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum atau usaha pariwisata.

Sementara itu, Sri Mulyani menegaskan bahwa seluruh barang dan jasa yang selama ini terkena PPN 11 persen tidak mengalami kenaikan atau tetap 11 persen.

“Tidak ada kenaikan PPN untuk hampir seluruh barang dan biasa yang selama ini tetap 11 persen,” papar dia.

Dia juga merincikan bahwa ada beberapa barang dan jasa mengalami pengecualian atau PPN nya hanya 0 persen meliputi barang pokok, misalnya beras, jagung, kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi jalar.

Kemudian gula, ternak dan hasilnya, susu segar, unggas, hasil pemotongan hewan, kacang tanah, kacang-kacangan lain, padian-padian yang lain, kemudian ikan, udang, biota lainnya, rumput laut.

“Kemudian juga tiket kereta api, tiket bandara, angkutan orang, jasa angkutan umum, jasa angkutan sungai dan penyeberangan, penyerahan jasa paket penggunaan besar tertentu, penyerahan pengurusan paspor, jasa biro perjalanan, kemudian jasa pendidikan, pemerintah dan swasta, buku-buku pelajaran, kitab suci,” terangnya.

Selaim itu, jasa kesehatan dan layanan medis pemerintah maupun swasta, jasa keuangan, dana pensiun, jasa keuangan lain seperti pembiayaan piutang, kartu kredit, asuransi kerugian, asuransi jiwa serta reasuransi tetap mendapatkan fasilitas PPN 0 persen atau tidak membayar PPN.

“Sedangkan seluruh barang jasa yang lain yang selama ini 11 persen, tetap 11 persen, tidak ada atau tidak terkena kenaikan 12 persen,” ungkap dia.