Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Mengulik Sejarah dan Tujuan Dwifungsi TNI pada Masa Orde Baru

Mengulik Sejarah dan Tujuan Dwifungsi TNI pada Masa Orde Baru

Jakarta, Beritasatu.com – Pembahasan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) kembali mencuat, memicu kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi TNI, konsep kontroversial yang memberi militer peran ganda dalam politik dan pemerintahan pada masa Orde Baru.

Namun, apa sebenarnya tujuan dari dwifungsi TNI? Dwifungsi TNI atau dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) adalah konsep yang memberikan peran ganda kepada militer, yakni sebagai alat pertahanan negara dan sebagai kekuatan sosial-politik.

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Jenderal Abdul Haris Nasution pada 1958 dan kemudian dikukuhkan oleh Ketetapan MPRS No II Tahun 1969 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969 di bawah rezim Orde Baru.

Pada masa itu, dwifungsi TNI dianggap penting untuk menciptakan stabilitas nasional dan memperkuat ketahanan negara. Namun, dalam praktiknya, konsep ini membuka jalan bagi dominasi militer dalam politik dan pemerintahan, yang sering kali mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.

Sejak reformasi 1998, dwifungsi TNI mulai ditinggalkan, terutama dengan pemisahan Polri dari ABRI yang kemudian berubah nama menjadi TNI. Namun, dengan munculnya RUU TNI saat ini, kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi kembali mencuat.

Tujuan Dwifungsi TNI

Tujuan utama dari dwifungsi TNI adalah untuk menciptakan stabilitas nasional dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Namun, jika melihat lebih dalam, tujuan ini sering kali digunakan untuk membenarkan keterlibatan militer dalam politik dan pemerintahan.

Penguatan kontrol militer

Salah satu tujuan yang paling jelas dari dwifungsi adalah memperkuat kontrol militer atas aspek kehidupan sipil. TNI dapat terlibat dalam pengambilan keputusan politik dan administratif. Hal ini berpotensi mengurangi ruang bagi partisipasi sipil.

Dengan adanya dwifungsi, militer memiliki legitimasi untuk menduduki posisi-posisi strategis dalam pemerintahan. Hal ini menciptakan situasi di mana keputusan-keputusan penting dapat dipengaruhi oleh kepentingan militer, bukan oleh suara rakyat.

Stabilitas melalui represi

Meskipun stabilitas sering dijadikan alasan untuk mendukung dwifungsi TNI, stabilitas tersebut sering kali dicapai melalui tindakan represif terhadap oposisi politik dan kritik pemerintah.

Pelemahan supremasi sipil

Dwifungsi dapat melemahkan supremasi sipil di negara demokratis. Dengan memberikan peran aktif kepada militer dalam urusan sipil, masyarakat sipil menjadi terpinggirkan dan kehilangan kekuatan untuk memengaruhi kebijakan publik.

Dengan demikian, meskipun tujuan awal dari dwifungsi TNI terdengar positif, yaitu menjaga stabilitas nasional. Namun, pada praktiknya, konsep ini sering kali digunakan untuk membenarkan dominasi militer pada sektor politik dan sosial masyarakat.

Merangkum Semua Peristiwa