Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami penguatan cukup signifikan, menjelang penutupan perdagangan tahun ini.
Mengutip data Bloomberg, Senin, 30 Desember 2024, rupiah hingga pukul 09.44 WIB berada di level Rp16.150 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik sebanyak 85 poin atau setara 0,53 persen dari Rp16.235 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.144 per USD, juga menguat sebanyak 85 poin atau setara 0,52 persen dari Rp16.229 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak secara fluktuatif, meski demikian rupiah diprediksi akan melemah.
“Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.220 per USD hingga Rp16.300 per USD,” ujar Ibrahim dalam analisis hariannya.
Kekhawatiran ambruknya daya beli
Berbagai lapisan masyarakat, mulai dari ekonom hingga pelaku usaha menjerit daya beli masyarakat Indonesia anjlok pada tahun ini. Kondisi ini dikhawatirkan membuat aktivitas ekonomi melambat.
Dari sisi level konsumsi rumah tangga, selama tiga kuartal tahun ini terus tumbuh di bawah lima persen. Per kuartal III-2024 saja, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,91 persen (yoy). Membuat laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 hanya 4,95 persen.
“Meski begitu, pemerintah masih bersikeras menganggap daya beli masyarakat Indonesia tetap terjaga. Terjaganya daya beli dilihat dari sudut pandang indeks keyakinan konsumen per November yang masih naik ke level 125,9, hingga indeks penjualan riil yang juga masih tumbuh meski hanya 1,7 persen,” terang Ibrahim.
Sebaliknya para ekonom memandang daya beli masyarakat sudah nampak jelas tengah jatuh. Untuk melihat data daya beli masyarakat melambat, bisa merujuk pada realisasi kondisi ekonomi pada kuartal III-2024 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Kuartal III-2024 bisa menjadi acuan dalam melihat daya beli sesungguhnya masyarakat, karena tidak ada faktor musiman yang menolong angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
“Sehingga, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi dari yang sebelumnya di atas lima persen menjadi di bawah lima persen. Itu sebenarnya tanda yang clear ada potensi pelemahan daya beli,” ucap Ibrahim menegaskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(HUS)