Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa pada awal tahun hingga Februari 2025, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar 0,13% atau setara Rp 31,2 triliun dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit ini terjadi karena pendapatan negara hingga Februari mencapai Rp 316,9 triliun, sedangkan belanja negara mencapai Rp 348,1 triliun. Hal ini berbanding terbalik dengan APBN Februari 2024 yang mengalami surplus sebesar 0,10% atau setara Rp 22,8 triliun terhadap PDB.
Sejak awal kemerdekaan, APBN telah mengalami berbagai perubahan, menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal pemerintah. Lantas, bagaimana perjalanan APBN dalam sejarah Indonesia? Berikut penjelasannya!
Apa Itu APBN?
Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) merupakan rencana keuangan yang disusun pemerintah untuk satu tahun ke depan dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sumber pendapatan APBN berasal dari pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan hibah, yang digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan negara seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Setiap tahun, penyusunan APBN disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan dinamika politik, baik di dalam negeri maupun global. Sebagai instrumen utama pengelolaan keuangan negara, APBN berperan dalam menjaga stabilitas fiskal dan mendorong kesejahteraan masyarakat.
Sejarah APBN di Indonesia
1. Era kolonial
Pada era kolonial Hindia Belanda, penyusunan anggaran negara didasarkan pada Indische Comptabiliteitswet (ICW) yang diberlakukan sejak 1867. Namun, regulasi ini awalnya belum secara rinci mengatur struktur dan bentuk anggaran negara. Baru setelah memasuki 1920-an, ICW mulai menjelaskan lebih jelas mengenai alur penyusunan APBN.
Proses pengesahan anggaran dilakukan dengan mempertimbangkan persetujuan Volksraad dan Gubernur Jenderal. Jika kedua pihak mencapai kesepakatan, rancangan anggaran dapat ditetapkan melalui berbagai undang-undang.
2. Era kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan, penyusunan APBN pemerintah Indonesia mengacu pada Pasal 23 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar pengelolaan keuangan negara. Namun, dalam praktiknya, proses ini menghadapi berbagai tantangan akibat kondisi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Salah satu hambatan terbesar adalah perjuangan Indonesia melawan upaya Belanda yang ingin merebut kembali kekuasaan. Akibatnya, sebagian besar anggaran negara dialokasikan untuk sektor militer, yang menyebabkan defisit keuangan.
Selain itu, perang yang berlangsung pada 1945-1949 mengganggu administrasi keuangan negara, membuat penyusunan APBN tidak dapat berjalan secara optimal.