PPPK, baik paruh waktu maupun penuh waktu, diangkat berdasarkan perjanjian kerja kontrak untuk jangka waktu tertentu (PKWT). Sifat kontrak ini memberikan fleksibilitas bagi pemerintah dalam mengelola kebutuhan sumber daya manusia sesuai dengan dinamika organisasi.
Perjanjian kerja kontrak PPPK, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) PP Nomor 49 Tahun 2018, setidaknya memuat beberapa poin penting. Ini termasuk tugas dan target kinerja yang harus dicapai, masa perjanjian kerja atau kontrak, hak dan kewajiban pegawai, larangan yang harus dipatuhi, serta sanksi yang dapat dikenakan jika terjadi pelanggaran.
Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dapat dilakukan dengan hormat, misalnya dalam kasus meninggal dunia. Dalam kondisi tersebut, pegawai atau ahli warisnya akan diberikan hak-hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menjamin adanya perlindungan dan kepastian bagi PPPK.
Implementasi PPPK Paruh Waktu telah mulai berjalan di berbagai daerah. Pemerintah Kabupaten Bekasi, misalnya, telah mengusulkan 3.078 formasi PPPK Paruh Waktu dan menunggu penetapan dari BKN, dengan harapan SK penetapan terbit pada Oktober. Di sisi lain, Pemerintah Kota Banda Aceh juga mencatat perbedaan linimasa penetapan antara PPPK penuh waktu yang sudah dijadwalkan pelantikan, dengan PPPK paruh waktu yang masih memerlukan tahapan lebih lanjut sebelum penetapan nomor induk.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4398541/original/093706100_1681725164-WhatsApp_Image_2023-04-17_at_16.43.03.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)