Mengapa Terjadi Keracunan MBG? Ahli Kesehatan Ungkap Kemungkinan Risiko yang Bisa Jadi Pemicu – Halaman all

Mengapa Terjadi Keracunan MBG? Ahli Kesehatan Ungkap Kemungkinan Risiko yang Bisa Jadi Pemicu – Halaman all

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ratusan pelajar di Tasikmalaya, Jawa Barat, keracunan makanan usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG).

Tercatat, ada sekitar 400 orang yang mengalami keracunan. 

Terkait hal ini, Dokter, Ahli Keamanan Kesehatan Global sekaligus Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dicky Budiman ungkap memang ada risiko penyakit yang muncul dalam proses ‘masak porsi besar’ ini. 

Setidaknya, kata Dicky, ada beberapa risiko sakit yang bisa muncul. 

Pertama, adanya kontaminasi secara biologis, kimia dan fisik. 

” Yang seperti ini (masak secara massal) sangat mungkin disebabkan oleh kontaminasi biologis, kimia atau fisik yang terjadi di sepanjang rantai pengolahan makanan. Misalnya dari penyimpanan bahan baku untuk membuat makanan, proses pengolahan, dan distribusi,” ungkapnya saat dihubungi Tribunnews, Senin (5/5/2025). 

Selain itu, selama pengiriman dan penyajian juga berisiko adanya kontaminasi tadi. 

MAKAN GRATIS BOMBANA – Kolase foto tangkapan video murid Sekolah Dasar Negeri atau SDN 33 Kasipute, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), mengalami muntah-muntah diduga menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolahnya, pada Rabu (23/04/2025). (Kolase foto tangkapan video diterima TribunnewsSultra.com/Istimewa)

Sehingga, harus diidentifikasi betul, penyediaan bahan baku hingga penyajiannya wajib dalam kondisi aman dan steril. 

Kedua, selain kontaminasi fisik dan kimia, makanan dengan proses penyajian yang panjang juga berisiko tercemari oleh bakteri. 

“Nah apa kalau dari bakteri atau racun biro mikrobiologis. (Misal) racun enterotoksin yang tahan panas. Bakteri ini biasanya sering muncul kalau makanan dibiarkan lama dalam suhu ruangan dan kemudian disentuh tangan yang tidak higienis,” paparnya. 

Ada juga bacillus cereus, yang umumnya muncul pada makanan yang disimpan terlalu lama. Terutama pada nasi atau sayur yang sudah matang. 

Ada juga salmonella, bakteri ini biasa ditemukan pada telur dan ayam yang tidak dimasak dengan sempurna.

“Atau kalau makanan masak besar-besaran, kemudian disimpan dan dipanaskan ulang secara tidak tepat itu biasanya dikaitkan dengan bakteri clostridium difficile,” imbuhnya. 

Bakteri clostridium difficile disebut menjadi penyebab munculnya penyakit ringan seperti diare sampai peradangan berbahaya di usus besar. 

Ketiga, adanya kontaminasi zat kimia misalnya dari pestisida 

“Misalnya ada sisa pestisida pada sayur mentah. Atau, ada (sisa) zat pembersih seperti deterjen yang tidak terbilas sempurna. Atau juga pada potensi kontaminasi logam berat dari peralatan masak yang berkarat,” imbuhnya. 

Terakhir, busa juga akibat kontaminasi bahan pangan dengan serangga. 

“Kontaminasi bisa serangga. Ini yang bisa juga memicu reaksi mual-mual,” lanjutnya. 

Lebih lanjut, Dicky menambahkan jika risiko keracunan memang sangat rentan dalam pengolahan makanan secara besar-besaran. 

“Iya seperti makan bergizi gratis ini. Tentu kalau volume besar biasanya pengawasan higienitasnya itu cenderung lemah. Apa lagi kalau dalam konteks Indonesia baru. Ini perlu pelatihan yang lama dan pembiasaan dari standar operasional (SOP) yang dibangun,” tutupnya.