Jakarta, Beritasatu.com – Sebanyak 24 daerah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) yang menandakan masih adanya pelanggaran atau ketidaksesuaian dalam proses pemilu yang memengaruhi hasil akhir.
PSU merupakan fenomena yang kerap terjadi dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Dari segi efektivitas dan efisiensi, PSU tentu disayangkan karena mengharuskan pengulangan proses pemungutan suara yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini berdampak pada waktu dan anggaran yang dikeluarkan.
Namun, di sisi lain, PSU berfungsi sebagai mekanisme perbaikan atas kesalahan, baik yang terjadi secara sengaja maupun tidak, oleh pemilih maupun penyelenggara pemilu. Lantas, apa saja faktor penyebab PSU? Berikut ulasannya.
Faktor Penyebab Terjadinya PSU
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 372 tentang Pemilihan Umum, ayat (1), PSU dapat dilakukan apabila:
Terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan yang menyebabkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau tidak memungkinkan dilakukannya perhitungan suara.
Selain itu, pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) wajib diulang apabila, berdasarkan penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS, ditemukan keadaan yang tidak sesuai prosedur, seperti:
Pembukaan kotak suara dan/atau kertas pemungutan dan perhitungan suara tidak dilakukan sesuai tata cara yang berlaku.
Faktor lain yang mewajibkan dilakukannya PSU meliputi:
Petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) terbukti meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang telah digunakan.Petugas KPPS terbukti merusak lebih dari satu surat suara sehingga menjadi tidak sah.Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP) setempat dan tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap ikut memberikan suara.Pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tambahan turut memilih.Prosedur dan Mekanisme PSU
Proses pelaksanaan PSU diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 373, yang menjelaskan:
Ayat (1): KPPS mengusulkan PSU berdasarkan penyebab-penyebab yang diperbolehkan dalam undang-undang.Ayat (2): Usulan PSU dari KPPS diteruskan ke panitia pemilihan kecamatan (PPK), yang kemudian mengajukan keputusan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat kabupaten/kota.
PSU wajib dilaksanakan dalam waktu maksimal 10 hari setelah pemungutan suara sesuai keputusan KPU kabupaten/kota.
Upaya Meminimalisir PSU
PSU bertujuan menjaga kemurnian suara rakyat agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, keharusan mengulang pemungutan suara dapat mengurangi semarak pemilu sebagai pesta demokrasi. Oleh karena itu, berbagai langkah perlu dilakukan untuk meminimalisir PSU, antara lain:
Peningkatan akurasi daftar pemilih: Proses pencocokan dan penelitian (coklit) harus dilakukan dengan lebih cermat agar tidak ada pemilih yang tidak memenuhi syarat.Peningkatan kualitas petugas KPPS: Seleksi petugas KPPS harus lebih ketat, dengan pelatihan yang optimal dan profesional. Serta, optimalisasi bimbingan teknis (Bimtek) bagi petugas KPPS dan pengawas TPS.Pendidikan pemilih secara masif: Sosialisasi kepada masyarakat tentang aturan pemilu, misalnya melalui kampanye terbuka yang menghadirkan pengawas pemilu atau pakar kepemiluan.Penegakan hukum yang tegas: Pemberian sanksi berat bagi pelanggar aturan untuk mencegah praktik kecurangan (dirty vote).
Pelaksanaan pemungutan suara ulang menandakan adanya pelanggaran terhadap asas dan prinsip Pemilu. Oleh karena itu, pencegahan terhadap PSU menjadi langkah krusial agar demokrasi tetap terjaga. Pemilu yang tertib dan sesuai regulasi akan memastikan bahwa kekuasaan tetap berada di tangan rakyat, demi kesejahteraan dan masa depan demokrasi Indonesia.
