Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Mengapa Pemerintah Menyetop Wacana Denda Damai Koruptor?

Mengapa Pemerintah Menyetop Wacana Denda Damai Koruptor?

Mengapa Pemerintah Menyetop Wacana Denda Damai Koruptor?
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wacana denda damai terhadap koruptor yang sempat memancing perbincangan hangat di tengah masyarakat akhirnya dihentikan oleh pemerintah.
Meski pemerintah yang menggulirkan wacana itu, tetapi akhirnya mereka menyadari terdapat kekeliruan dan menuai reaksi negatif jika tetap dibiarkan.
Denda damai adalah mekanisme penyelesaian kasus di luar pengadilan dengan membayar sejumlah denda. Dalam konteks hukum Indonesia, mekanisme ini diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.
Mekanisme ini berlaku untuk tindak pidana ekonomi seperti perpajakan, bea cukai, dan kepabeanan, tetapi bukan untuk
korupsi
.
Menteri Hukum
Supratman Andi Agtas
sebelumnya menyampaikan gagasan denda damai bagi koruptor sebagai alternatif penyelesaian kasus korupsi di luar pengadilan.
Ia berpendapat, korupsi dan tindak pidana ekonomi sama-sama berdampak pada kerugian negara, sehingga bisa dibandingkan.
Dalam klarifikasinya, Supratman menjelaskan wacana ini hanya sebagai perbandingan, bukan usulan kebijakan.
“Yang saya maksudkan itu adalah meng-
compare
. Karena UU Tindak Pidana
Korupsi
ataupun juga UU Kejaksaan, khusus pada tindak pidana ekonomi, dua-duanya itu adalah tindak pidana yang merugikan keuangan negara,” kata Supratman di Jakarta pada Jumat (27/12/2024) lalu.
 
Pernyataan Supratman menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Mantan Menko Polhukam
Mahfud MD
menegaskan denda damai tidak bisa diterapkan untuk korupsi.
Ia menyebut, mekanisme ini hanya berlaku pada tindak pidana ekonomi yang mencakup pajak, bea cukai, dan kepabeanan.
“Korupsi enggak masuk,” ujar Mahfud di kantornya di Jakarta Pusat, Kamis (26/12/2024).
Pandangan serupa diutarakan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar.
Ia menyatakan korupsi tidak termasuk dalam kategori tindak pidana ekonomi yang dapat diselesaikan melalui denda damai.
“Penyelesaian tipikor berdasarkan UU tipikor, yaitu dengan uang pengganti,” ujarnya.
Supratman menyinggung wacana serupa pernah muncul di masa lalu. Mahfud MD, ketika menjabat sebagai Menteri Kehakiman era Presiden Abdurrahman Wahid, sempat mengusulkan pengampunan koruptor dengan berbagai cara.
“Beliau menyatakan bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh Latvia atau Afrika Selatan,” kata Supratman.
Meski begitu, Supratman menegaskan wacana ini hanya sebagai perbandingan, bukan rencana kebijakan. Ia juga memastikan Presiden Prabowo Subianto tidak berencana memberikan amnesti kepada pelaku korupsi dalam program pemberian amnesti narapidana.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.