Harita mempersiapkan tim tersendiri yang memang dikhususkan mengurusi reklamasi tambang. Bahkan, perusahaan mengucurkan dana sekitar Rp 250 juta per hektar dalam upaya menjalankan kewajibannya menghijaukan kembali lahan tambang.
Adapun jenis tanaman dipilih merupakan yang sudah diidentifikasi dalam AMDAL. Tanaman-tanaman ini, termasuk jenis-jenis pionir, dipilih karena kemampuannya beradaptasi dengan kondisi tanah yang ekstrem di area pascatambang. “Di antaranya ada cemara laut, bintangor, jambu mete, gofasa, dan beberapa jenis yang lain,” urai Dedy.
Dalam prosesnya kemudian muncul tanaman-tanaman asli pulau yang tumbuh mengikuti pepohonan di area reklamasi.
Dedy Amrin menjelaskan, proses ketika reklamasi mulai dilakukan. Dimulai dengan penataan lahan melalui pemindahan tanah, yaitu proses penimbunan menggunakan overburden (lapisan tanah dan batuan yang menutupi deposit mineral) dan pemindahan top soil (lapisan tanah subur) dari penyimpanan sementara ke lokasi reklamasi. Penebaran tanah zona pengakaran (top soil) dilakukan untuk memastikan keberadaan lapisan tanah teratas yang subur di lahan yang direklamasi.
Setelah itu baru pepohonan ditanamkan ke area reklamasi dengan beberapa ketentuan. Sebelumnya tanaman ini sudah dikembangbiakan di lokasi pembibitan yang diberi nama Loji Central Nursery.
Di sini, tanaman disemai dari mulai biji hingga tumbuh dan cukup untuk ditanam area pada terbuka. “Penanaman biasanya dilakukan musim hujan,” jelas dia. Tak sekedar ditanam, proses pemeliharaan seperti pemupukan dan pemantauan terus dilakukan hingga proses reklamasi dianggap berhasil.
Selain pepohonan, perusahaan juga mencoba menanam tumbuhan konsumsi seperti sayuran dan buah-buahan. “Kami juga pernah panen pokcay dan juga menanam pohon buah-buahan seperti pisang buat konsumsi karyawan,” kata Mokhamad Rifai, Reclamation Superintendent Harita Nickel .
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5251280/original/045086400_1749792162-WhatsApp_Image_2025-06-13_at_11.59.47_AM.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)