Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Mendag Budi Bakal Pelototi Barang Impor Ilegal yang Masuk ke RI

Mendag Budi Bakal Pelototi Barang Impor Ilegal yang Masuk ke RI

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan akan terus memantau arus pergerakan barang impor ilegal (selundupan) yang masuk dan beredar di Indonesia.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menuturkan pergerakan barang ilegal di Indonesia bakal terdeteksi sejalan dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2024 tentang Perdagangan Antarpulau (Permendag 27/2024) yang diundangkan sejak 1 November 2024.

Adapun, Permendag 27/2024 akan berlaku dalam 90 hari setelah diundangkan, yaitu mulai 1 Februari 2025. 

“Makanya ini di dalam negeri diatur dulu, jangan sampai misalnya barang ilegal masuk dari pulau tertentu terus dikirim ke pulau lain, dengan ini [Permendag 27/2024] kan ketahuan [barang impor ilegal], ya. Jadi tercatat dengan baik peredaran dari satu pulau ke pulau lain,” kata Budi saat ditemui di sela-sela acara Sosialisasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2024 di Hotel Mövenpick, Jakarta, Selasa (26/11/2024).

Budi menjelaskan, pelaporan pemberitahuan perdagangan antarpulau barang (PAB) dalam Permendag 27/2024 menjadi kunci utama dalam penerapan percepatan implementasi ekosistem logistik nasional atau national logistics ecosystem (NLE) di Indonesia.

Dalam hal ini, lanjut dia, pemerintah memiliki informasi terkait alur distribusi barang sehingga dapat membantu dalam melakukan perencanaan, intervensi, serta pengawasan distribusi barang, termasuk mencegah barang impor ilegal.

“Karena semua menjadi resibility bisa kita ketahui, sehingga pergerakan barang [impor ilegal] antarpulau jadi ketahuan,” imbuhnya.

Dengan sistem logistik yang terintegrasi, kata Budi, pemerintah dapat dengan mudah memantau dan mengawasi barang yang didistribusikan antarpulau. “Juga dilakukan untuk mencegah penyelundupan barang ke luar negeri, serta mencegah masuk dan beredarnya barang selundupan di dalam negeri,” terangnya.

Lebih lanjut, Budi menyebut jalur penyelundupan barang impor ilegal masih akan terus dievaluasi Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal.

“Nanti kita evaluasi [jalur penyelundupan barang impor ilegal], ya. Kan ini Satgas [impor ilegal] lagi bekerja, nanti kan sudah ada laporannya, kita evaluasi seperti apa masalahnya,” terangnya.

Jika menengok Permendag 27/2024, tepatnya pada Pasal 17 disebutkan bahwa kegiatan perdagangan antarpulau dimaksudkan untuk mengamankan distribusi barang yang dibatasi perdagangannya, mencegah masuk dan beredarnya barang selundupan di dalam negeri, serta mencegah penyelundupan barang ke luar negeri.

Nantinya, Mendag dapat menetapkan kewajiban pendaftaran bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan perdagangan antarpulau barang tertentu, persetujuan perdagangan antarpulau, dan/atau verifikasi atau penelusuran teknis.

Perlu diketahui, Permendag 27/2024 merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional. Ekosistem Logistik Nasional bertujuan untuk membenahi dan meningkatkan kinerja logistik nasional, memperbaiki iklim investasi, meningkatkan daya saing perekonomian nasional, dan mengoptimalkan perdagangan antarpulau.

Permendag ini juga menjadi amanah integrasi pasar dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Lebih lanjut, dengan diundangkannya Permendag 27/2024, pemilik muatan (cargo owner), atau yang dapat dikuasakan kepada perusahaan jasa pengurusan transportasi (PJPT), memiliki kewajiban untuk menyampaikan pelaporan PAB.

Pelaporan tersebut ditujukan kepada Kemendag secara daring melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) yang terintegrasi dengan INATRADE. Kewajiban penyampaian PAB berlaku untuk semua barang yang yang diperdagangkan antarpelabuhan domestik.

Selain itu, ketentuan ini juga berlaku untuk barang asal impor dan barang yang ditujukan untuk ekspor namun singgah di pelabuhan domestik terlebih dahulu, serta barang yang dikapalkan ke daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan (3TP), baik menggunakan kapal komersial maupun kapal bersubsidi yang termasuk dalam kegiatan gerai maritim atau tol laut.