Mencium Bau Tanpa Sebab, Normalkah atau Gejala Epilepsi?

Mencium Bau Tanpa Sebab, Normalkah atau Gejala Epilepsi?

JAKARTA – Pernahkah Anda mencium bau gosong, bau amis atau bau tidak sedap padahal sumbernya tidak ada? Kondisi ini dalam dunia medis dikenal sebagai halusinasi penciuman (phantosmia). Meski bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu penyebab yang perlu diwaspadai adalah epilepsi.

“Epilepsi adalah kondisi neurologis kronis yang ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh demam tinggi atau sebab eksternal lainnya,” ujar dr. Irene Halim Subrata, Sp.N, dokter spesialis neurologi/saraf RS EMC Cikarang dan Pekayon, dikutip dari laman EMC.

Pada sebagian penderita, gejalanya tidak selalu berupa gemetar hebat atau jatuh mendadak. Ada pula bentuk aura epilepsi, yaitu tanda awal sebelum kejang yang bisa muncul dalam berbagai sensasi.

Salah satunya adalah aura olfaktori, di mana penderita mencium bau yang tidak nyata, seperti bau terbakar, bau karet, bau logam atau bau busuk. Gejala ini biasanya menandakan adanya gangguan pada lobus temporal otak, bagian yang berperan dalam memproses ingatan dan indra penciuman.

Tidak semua halusinasi mencium bau itu epilepsi. Halusinasi penciuman juga bisa terjadi karena:

– Infeksi sinus atau gangguan pernapasan

– Migrain

– Cedera kepala

– Gangguan psikologis tertentu

– Penyakit neurodegeneratif, seperti Parkinson atau Alzheimer

Namun bila gejala bau aneh muncul berulang, berlangsung beberapa detik hingga menit, dan kadang diikuti dengan kejang atau kehilangan kesadaran, maka epilepsi patut dicurigai.

Selain mencium bau yang tidak ada, penderita epilepsi dengan gangguan lobus temporal mungkin juga mengalami:

– Perasaan déjà vu (merasa pernah mengalami kejadian yang sama)

– Rasa takut mendadak tanpa sebab

– Tatapan kosong dan tidak merespons sekitar

– Gerakan otomatis tanpa sadar, seperti mengunyah atau meremas tangan

– Bingung sesaat setelah kejadian

Jika Anda atau orang terdekat sering mengalami bau aneh tanpa sumber yang jelas, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis saraf (neurolog). Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan seperti EEG (untuk melihat aktivitas listrik otak) atau MRI otak (untuk mengetahui adanya kelainan struktural).

Dengan diagnosis yang tepat, epilepsi dapat ditangani menggunakan obat antikejang. Pada sebagian pasien, pengobatan lain seperti diet ketogenik atau operasi saraf juga dapat menjadi pilihan.