JAKARTA – Di sela kunjungan ke wilayah terdampak bencana, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menemui seniman dan budayawan Sumatra Barat (Sumbar) untuk menyerap aspirasi pengembangan seni budaya dan perlindungan objek kebudayaan. Dialog berlangsung di Aie Angek Cottage, Padang Panjang, Rabu 24 Desember, dengan fokus pada tantangan ekosistem seni rupa dan ancaman kerusakan manuskrip kuno pascabencana.
Para seniman menyoroti keterbatasan ruang dan infrastruktur seni, polemik pembangunan fasilitas kebudayaan, serta minimnya dukungan berkelanjutan. Mereka menegaskan kualitas seni rupa Sumatra Barat setara nasional, namun belum difasilitasi optimal.
Isu mendesak lain adalah kondisi manuskrip dan naskah kuno yang banyak tersimpan di surau-surau lama di tepi sungai dan rawan terdampak banjir. Upaya pendataan dan digitalisasi telah berjalan, tetapi pelindungan fisik dan relokasi penyimpanan dinilai belum memadai.
“Manuskrip ini berusia ratusan tahun dan lama berada dalam kondisi terancam. Tanpa relokasi dan pelindungan yang layak, kita berisiko kehilangan warisan penting,” ujar Pramono dalam keterangan tertulis yang diterima Sabtu, 27 Desember.
Menanggapi hal itu, Fadli Zon menegaskan komitmen pemerintah memperkuat pemajuan kebudayaan di daerah melalui skema pendanaan. Ia menyebut Dana Indonesiana sebagai instrumen untuk mendukung seni rupa, manuskrip, dan aktivitas budaya daerah agar dimanfaatkan secara optimal.
Ia juga menekankan kolaborasi lintas sektor antara kementerian, pemerintah daerah, dan komunitas seniman agar program dan pendanaan berdampak nyata.
Diskusi ini dihadiri jajaran Kementerian Kebudayaan dan pelaku budaya Sumatra Barat, termasuk kurator, budayawan, serta perwakilan komunitas seni. Masukan tersebut akan menjadi bahan penguatan kebijakan, khususnya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan seni rupa serta manuskrip di Sumatra Barat agar berkontribusi lebih luas di tingkat nasional
