Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bersifat selektif.
“Kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen adalah amanat UU yang mengusung prinsip keadilan. Kenaikan bersifat selektif,” katanya dikutip dari keterangan tertulis pada Minggu (22/12/2024).
“Mereka yang mampu akan membayar pajak lebih banyak, sementara masyarakat yang tidak mampu akan mendapatkan perlindungan penuh dari negara,” ujar Yassierli.
Ia turut memastikan bahwa kebijakan kenaikan PPN tidak akan mengabaikan pelindungan pekerja/buruh.
Terutama mereka yang berada di sektor padat karya maupun yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pemerintah disebut telah menyiapkan berbagai program sebagai bentuk mitigasi untuk mendukung kesejahteraan pekerja/buruh di tengah implementasi kebijakan ini.
Untuk pekerja di sektor padat karya, ia menyampaikan bahwa pemerintah memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi pekerja dengan penghasilan hingga Rp 10 juta per bulan.
Selain itu, iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang ditanggung BPJS Ketenagakerjaan juga didiskon 50 persen selama enam bulan.
Selanjutnya, bagi pekerja yang terkena PHK, ia mengatakan pemerintah menawarkan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Program ini meliputi manfaat tunai sebesar 60 persen flat dari upah selama lima bulan, pelatihan senilai Rp 2,4 juta, serta kemudahan akses ke Program Prakerja.
“Kami ingin memastikan bahwa para pekerja yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki daya beli dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka,” ucap Yassierli.
Menurut dia, kebijakan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah tantangan ekonomi global.
Dengan langkah-langkah ini, Yassierli meyebut pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara pengumpulan penerimaan negara dan pelindungan sosial.
Sehingga, dampak kebijakan ekonomi dapat dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Jadi kami ingin memastikan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada penerimaan negara melalui pajak, tetapi juga memastikan setiap kebijakan yang diambil tetap berpihak kepada pekerja dan buruh,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pemerintah menyatakan bahwa tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting.
Di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air.
“Barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen. Seluruhnya bebas PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (16/12/2024).
Selain itu, ia menyebut ada tiga komoditas penting yang tarifnya tetap 11 persen di tahun depan, yakni Minyakita, gula, dan tepung terigu.
Airlangga bilang, tiga komoditas itu nantinya akan ditanggung pemerintah melalui kebijakan insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP). Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat.
“Dengan penerapan PPN 12 persen tersebut, pemerintah memberikan stimulus ataupun paket kebijakan ekonomi bagi rumah tangga berpendapatan rendah, itu PPN ditanggung pemerintah 1 persen,” ujar Airlangga.