TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyerahkan kepada perusahaan aplikasi ojek online (ojol) terkait dengan kebijakan Bantuan Hari Raya (BHR).
Diketahui, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) kecewa ada driver ojol yang menerima BHR hanya sebesar Rp 50 ribu, padahal penghasilan mereka selama setahun mencapai Rp 93 juta.
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pengemudi dan Kurir Pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi salah satunya mengatur mengenai besaran BHR yang didapat driver ojol.
Di situ disebutkan bagi pengemudi dan kurir online yang produktif dan berkinerja baik, Bonus Hari Raya Keagamaan diberikan secara proporsional sesuai kinerja dalam bentuk uang tunai dengan perhitungan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.
Jika ada driver ojol yang menerima pendapatan Rp 93 juta per tahun, per bulan mereka mendapatkan Rp 7,7 juta. Jika mengacu pada peraturan BHR, driver ojol berhak menerima 20 persen dari itu, berarti seharusnya Rp 1,5 juta.
Yassierli memandang sejatinya besaran pemberian BHR merupakan kebijakan masing-masing perusahaan aplikasi ojol.
“Itu adalah kebijakan perusahaan,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (27/3/2025).
Ia menegaskan bahwa BHR merupakan bonus, bukan Tunjangan Hari Raya (THR). Lebih lanjut, tidak ada regulasi untuk itu.
Satu hal yang ia imbau kepada aplikator adalah bagi pengemudi dan kurir yang memiliki kinerja baik dan produktif, diberi BHR dengan nilai yang signifikan.
“Yang lainnya memang kami serahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan,” ujar Yassierli.
Terkait dengan driver ojol yang mendapatkan BHR hanya Rp 50 ribu, Yassierli akan meminta penjelasan langsung kepada aplikator mengenai simulasi penghitungan pemberian BHR.
Ia juga mengingatkan bahwa BHR ini seharusnya disyukuri karena ini merupakan bentuk kepedulian terhadap mitra pengemudi.
“Teman-teman harus lihat lagi bahwa adanya BHR ini adalah suatu hal yang baru, yang kita harus syukuri. Artinya, sekali lagi, ada sebuah kepedulian kepada mitra, kepada pengemudi,” ucap Yassierli.
Sebelumnya, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengaku kecewa ada driver ojek online (ojol) yang pendapatannya mencapai Rp 93 juta dalam setahun, tetapi hanya menerima Bantuan Hari Raya (BHR) sebesar Rp 50 ribu.
Menurut dia, nilai BHR tersebut penghinaan terhadap driver ojol dan melanggar Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan.
“Menurut kami itu diskriminasi dan penghinaan terhadap driver ojol. Mereka juga melanggar ketentuan yang sudah diterapkan di surat edaran menteri,” kata Lily ketika ditemui di kantor Kementerian Ketenagarkerjaan, Jakarta Selatan, Selasa (25/3/2025).
Lily pun meminta pemerintah hadir menyelesaikan masalah ini. Ia berharap para aplikator bisa diberikan sanksi.
Berdasarkan dari 800 aduan yang SPAI terima terkait BHR driver ojol, ada 80 persen pengemudi yang hanya menerima sebesar Rp 50 ribu.
“Enggak layak menurut kami. Rp 50 ribu adalah penghinaan bagi driver. Kami minta benar-benar pemerintah memberikan pantauan, imbauan, ataupun mempertegas bahwa aplikator harus memberikan sejumlah BHR tunai kepada driver. Itu ada ketentuan,” ujarnya.
Terlebih, jika untuk mengukur besaran BHR yang diterima berdasarkan kinerja, Lily memandang aplikator sudah diskriminatif terlebih dahulu.
“Driver aktif, cuma karena orderannya itu yang menentukan aplikator. Yang membagi pekerjaan adalah aplikator. Mereka memang sengaja membuat kotak-kotak seperti itu untuk menghindari pembayaran THR,” ucap Lily.