Dalam setahun terakhir, Kemnaker diguncang dua kasus pemerasan besar. Kasus ini tidak hanya melibatkan pegawai, tapi juga pejabat tinggi Kemnaker.
Kasus pertama adalah dugaan pemerasan dan gratifikasi dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Pada pertengahan 2025, KPK mulai mengungkap kasus yang diduga berlangsung sejak 2019 hingga 2024, dengan total uang yang dikumpulkan mencapai Rp53,7 miliar.
Sebanyak delapan orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk pejabat tinggi di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK).
Selain itu, sekitar 85 pegawai lainnya diduga turut menerima uang hasil pemerasan, dengan total sebesar Rp8,94 miliar.
Modus pemerasannya terjadi sejak awal agen TKA mengurus RPTKA itu sendiri di Direktorat PPTKA yang berada di bawah Direktorat Jenderal Binapenta dan PKK Kemnaker.
Para tersangka hanya memprioritaskan para pemohon yang sudah menyetorkan sejumlah uang. Sementara para agen yang tidak menyetorkan uang akan diperhambat prosesnya.
Tidak jarang juga pemohon ada yang datang ke kantor Kemenaker dan diminta ‘dibantu’ agar proses RPTKA bisa segera terbit. Padahal perusahaan yang terlambat menerbitkan RPTKA juga dapat dikenakan denda Rp 1 juta.
Kasus kedua adalah dugaan pemerasaan terhadap perusahaan yang mengurus sertifikasi K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pada Rabu (20/8/2025) malam, KPK melakukan OTT. Salah satu yang terjaring OTT adalah Menaker Immanuel Ebenezer.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5309376/original/060546600_1754624586-image.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)