Mayor Jenderal Tentara Israel: IDF Rugi Besar di Jabalia, Serbuan Berulang Tanpa Target Jelas
TRIBUNNEWS.COM – Pensiunan Mayor Jenderal (Reserve/Pasukan Cadangan) Militer Israel (IDF), Yitzhak Brik mengungkapkan dalam sebuah pernyataan kepada surat kabar Ibrani “Maariv” tentang kerugian besar yang diderita tentara Israel dalam invasi kelima mereka ke Jabalia, Gaza Utara.
Dalam serbuan kelima IDF ke Jabalia, pasukan Israel dilaporkan kehilangan hampir empat puluh tentara yang tewas.
Yitzhak Brick menunjukkan kalau tentara Israel menghadapi kesulitan dalam melenyapkan Hamas karena kurangnya pasukan.
Faktor lain, tentara Israel cenderung tidak tinggal di wilayah yang mereka kuasai dan kendalikan untuk waktu yang lama.
Hal ini menyebabkan kegagalan Pasukan Israel untuk menghilangkan kekuasaan dan pengaruh Hamas di sejumlah wilayah ‘merah’ termasuk Jabalia..
Brick menambahkan, tentara Israel penggerebekan berulang kali tanpa sasaran yang jelas.
IDF Hadapi Masalah Besar
Terkait tantangan yang dihadapi IDF dalam agresinya ke Gaza, pakar militer Israel mengatakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Jalur Gaza punya masalah besar yang bisa memicu bencana bagi Israel.
Avi Askhenazi, nama pakar itu, dengan tegas mengatakan masalah itu ialah burnout atau kelelahan fisik dan mental.
Askhenazi yang menjadi kontributor media Israel Maariv menyebut burnout merupakan perkara besar, tetapi tidak terperikan.
Menurutnya, perang di Gaza yang sudah berlangsung hampir 1,5 tahun membuat para tentara Israel merasa tidak nyaman dan memunculkan kesalahan di medan tempur.
Awalnya Askhenazi menyinggung tewasnya seorang kapten Israel di Gaza yang bernama Amit Levi.
Kematian Levi masih misterius. Belum diketahui dengan pasti apakah dia tewas ditembak oleh rekan sendiri ataukah diserang pejuang Hamas.
Pada saat kejadian, pasukan Levi sedang bergerak di atas sebuah kendaraan. Kendaraan itu melaju tanpa penerangan.
Diyakini ada ada pasukan lain yang beroperasi di area itu dan melepaskan tembakan setelah melihat gerakan misterius.
Pasukan Israel dalam agresi militernya di Jalur Gaza mendapat serangan sergapan berupa peledakan rumah jebakan oleh kelompok milisi pembebasan Palestina, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas. (Khaberni)
“Tampaknya pasukan Levi didentifikasi sebagai pasukan musuh [oleh pasukan Israel lainnya] dan tidak ada koordinasi di antara dua pasukan itu,” kata Askhenazi dalam kolom di Maariv hari Kamis, (26/12/2024).
Namun, hingga kini belum ada konfirmasi dari IDF mengenai penyebab pasti kematian misterius Levy.
Lalu, Askhenazi mengatakan Divisi 99 dan 162 IDF sudah beroperasi di Gaza selama berbulan-bulan. Tingkat keletihan kedua divisi itu sangat tinggi.
Dia mengatakan tentara Israel yang beroperasi di tempat yang sama memunculkan burnout.
“Tentara mulai membuat kesalahan, fokus dalam misi mulai berkurang, ketegangan operasional berkurang, risiko kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa meningkat,” kata seorang narasumber militer yang dikutip oleh Askhenazi.
Askhenazi mengatakan tentara Israel dikerahkan terlalu lama di medan tempur akan merasa lebih aman dan kurang terancam. Hal itu membuat banyak musuh bisa mendekat tanpa diketahui.
“Ada kekacauan di dalam batalion. Para tentara dan komandan sudah letih. Ada masalah dengan para penjaga, ada masalah dengan keputusan komandan kompi yang merencanakan keluarnya kita dari posisi bertahan dengan cara yang berbahaya,” kata salah satu tentara Israel yang terluka karena kecelakaan.
Askhenazi menyebut IDF telah mengakui bahwa keletihan tentara akibat operasi militer memang tinggi, terutama di Divisi 162 dan 99 yang hanya beroperasi di Gaza.
Sementara itu, satuan dan divisi lain beroperasi di zona tempur berbeda, misalnya di Israel, Lebanon, dan Suriah.
Dua Tentara Israel di pagar keamanan yang memisahkan wilayah pendudukan Israel dengan Jalur Gaza. (Khaberni)
Banyak tentara Israel alami trauma
Awal tahun ini media-media Israel menyebutkan bahwa ada banyak tentara Israel yang mengalami trauma dan stres setelah dibebastugaskan dari operasi di Gaza.
Salah satu dari mereka bahkan dilaporkan menembak kawan sendiri di Tel Aviv.
“Seorang tentara Israel yang baru-baru saja kembali dari pertempuran di Jalur Gaza membunuh kawannya di dalam apartemen,” demikian laporan Channel 12.
Sementara itu, Haaretz pada bulan Desember 2023 menyebut sebanyak 18 persen dari tentara Israel yang ikut dalam serangan di Gaza mengalami masalah kesehatan mental.
Salah seorang dari mereka ada yang tiba-tiba bangun dari mimpi buruk lalu menembakkan senjata.
Jumlah tentara Israel yang tewas
IDF mengklaim jumlah tentara Israel yang tewas sejak perang meletus ialah 822 personel.
Sebanyak 390 di antaranya tewas sejak operasi militer Israel di Gaza. Adapun korban luka mencapai 5.524 tentara.
Di sisi lain, warga Palestina yang tewas karena serangan Israel kini mencapai lebih dari 45.000 orang. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Jabalia Jadi Kota Hantu, IDF Ubah Metode Operasi Saat Tentara Berjatuhan
Surat kabar Israel, Haaretz menerbitkan laporan panjang dari kamp pengungsi Jabalia, di utara Jalur Gaza.
Dalam laporannya, media tersebut mengonfirmasi kalau kamp tersebut telah berubah menjadi kota hantu, setelah sebelumnya menjadi salah satu tempat paling ramai di dunia sebelum perang.
Analis urusan militer surat kabar tersebut, Amos Harel, mengatakan bahwa tentara Israel (IDF) menghancurkan sekitar 70 persen bangunan di kamp Jabalia, selama operasi militer yang dimulai di sana pada tanggal 5 Oktober 2024.
Momen itu merupakan ketiga kalinya tentara Israel menyerbu kamp Jabalia, yang pertama pada Desember 2023, dan yang kedua pada Mei lalu, menurut Harel.
Selama kunjungan singkat ke kamp tersebut, Harel menambahkan, “Dapat dilihat bahwa beberapa bangunan yang tersisa pun mengalami kerusakan yang nyata.
Analis tersebut menyatakan, sulit untuk membandingkan situs dan bangunan besar Hizbullah yang diledakkan oleh tentara Israel di desa-desa di Lebanon selatan, dan perluasan poros Philadelphia di Rafah (Gaza selatan), dengan apa yang terjadi selama dua setengah bulan terakhir di kamp Jabalia, dalam hal tingkat keparahan dan cakupan kehancuran.
Harel menyamakan Jabalia dengan kota hantu, dengan mengatakan: “Di luar Anda dapat melihat sekelompok anjing berkeliaran mencari sisa makanan.”
Pasukan infanteri Tentara Israel (IDF) saat melaksanakan operasi militer di Jabalia, Gaza Utara. Penyergapan demi penyergapan menyebabkan kerugian besar di kalangan IDF. (rntv/tangkap layar)
IDF Bergelimpangan Kena Jebakan
Divisi Lapis Baja ke-162 IDF dilaporkan mengoperasikan 4 brigade tempur di Jabalia dan di kota-kota tetangga Beit Hanoun dan Beit Lahia (utara), menurut Haaretz.
Harel menyebut, Izz al-Din Haddad, komandan sayap militer Hamas di Jalur Gaza utara, sedang mengoordinasikan upaya untuk menghadapi pasukan Israel di kamp tersebut.
Dia mengatakan kalau Hamas melancarkan pertempurannya di sana melalui kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 5 orang yang dipersenjatai dengan senjata ringan, rudal RPG, bahan peledak, dan alat peledak lainnya.
Sejak dimulainya invasi terakhir pada Oktober lalu, 35 tentara Israel telah tewas dalam pertempuran di dalam dan sekitar kamp dan ratusan dari mereka terluka, menurut Harel.
Kamp Jabalia di Gaza Utara, sebelum dan sesudah perang.
Metode Baru Operasi IDF Sangat Menghancurkan
Menurut analis Haaretz, setelah pasukan Israel menderita sejumlah besar kematian dan cedera, terutama ketika pasukan IDF memasuki rumah-rumah jebakan, metode operasi yang berbeda diadopsi.
Dia menjelaskan bahwa tentara Israel telah mulai mengambil gerakan yang lebih lambat dan hati-hati.
Metode ini akan meninggalkan kehancuran besar-besaran, namun mengurangi jumlah kematian di antara pasukannya.
Metode ini dilakukan dengan membombardir secara beruntun sebuah titik sampai kemudian pasukan darat IDF bergerak ke titik selanjutnya.
Begitu seterusnya.
Dia mengatakan bahwa dalam dua minggu pertama operasi, warga ragu-ragu untuk meninggalkan kamp Jabalia, namun tentara Israel meningkatkan tekanan, termasuk penembakan besar-besaran di dekat warga sipil untuk memaksa mereka segera pergi.
Gambar satelit Jabalia pada Desember 2023 (Maxar)
Perwujudan General’s Plans
Harel menunjukkan bahwa apa yang terjadi di kamp Jabalia, berlangsung di tengah niat Israel mewujudkan General’s Plan (rencana para jenderal).
Dalam skenario ini, Israel bermaksud untuk memindahkan seluruh penduduk sipil Palestina dari utara dan selatan Jalur Gaza hingga Koridor Netzarim di Kota Gaza.
Rencana para jenderal adalah rencana yang diusulkan – pada awal September lalu – oleh mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Mayor Jenderal Giora Eiland, dan didukung oleh puluhan perwira senior dan mantan perwira militer.
Dengan begitu, Israel mendapatkan kendali Israel atas distribusi bantuan kemanusiaan dengan melakukan pengepungan di Jalur Gaza utara dan menggusur penduduknya, menurut surat kabar Yedioth Ahronoth.
Menurut rencana, seluruh wilayah utara Koridor Netzarim (yang didirikan oleh tentara Israel di tengah Jalur Gaza untuk memisahkan utara dari selatan), yaitu Kota Gaza dan seluruh lingkungannya, akan menjadi wilayah berstatus daerah militer tertutup.
Dengan kata lain, seluruh penduduk di wilayah tersebut, yang diperkirakan oleh tentara Israel berjumlah sekitar 300.000 orang, akan terpaksa segera meninggalkan wilayah tersebut melalui koridor yang diklaim aman oleh tentara Israel, menurut sumber yang sama.
Omong Kosong Israel Soal Safe Zone
Namun, orang-orang Palestina tidak mempercayai apa yang Israel anggap sebagai jalur atau wilayah aman (safe zone), karena mereka sebelumnya terpaksa mengungsi ke wilayah yang dianggap aman, dan kemudian berulang kali terkena pemboman Israel, yang mengakibatkan korban jiwa, luka-luka, dan kehancuran besar-besaran.
Pada tanggal 5 Oktober, tentara Israel kembali menginvasi Jalur Gaza utara, dengan dalih mencegah Hamas mendapatkan kembali kekuasaannya di wilayah tersebut, sementara Palestina mengatakan bahwa Tel Aviv ingin menduduki wilayah tersebut dan mengubahnya menjadi zona penyangga setelah menggusur mereka.
Dengan dukungan Amerika, Israel telah melakukan genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023, menyebabkan hampir 153.000 warga Palestina menjadi martir dan terluka, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan wanita, dan lebih dari 11.000 orang hilang, di tengah kehancuran besar-besaran dan kelaparan yang menewaskan puluhan anak-anak dan anak-anak. tua.
Israel terus melakukan pembantaian, mengabaikan dua surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional pada 21 November, terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Galant, karena melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap warga Palestina di Gaza.