Bojonegoro (beritajatim.com) – Peringatan Hari Buruh atau May Day ditetapkan setiap tanggal 1 Mei. Peringatan itu ditetapkan sejak 1886 sebagai pengingat perlawanan para buruh di masa lalu saat menghadapi situasi buruk.
Seperti perjuangan untuk meningkatkan upah yang masih rendah, jam kerja yang panjang hingga 16 jam perhari, jaminan kesehatan, hingga jaminan keselamatan kerja. Semangat kelahiran Hari Buruh ini masih relevan dengan situasi yang dihadapi pekerja saat ini.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro Dedi Mahdi mengatakan, refleksi Hari Buruh tahun ini, masih relevan jika ditarik pada perjuangan pekerja era dulu. Tantangan buruh saat ini lebih kompleks, terutama buruh media.
Untuk itu, kampanye yang digaungkan AJI Bojonegoro pada peringatan May Day kali ini menekankan agar pekerja media untuk berserikat. “Pekerja media harus berserikat untuk melawan tantangan saat ini,” ujarnya, Rabu (1/5/2024).
Sesuai hasil riset yang dilakukan oleh AJI Indonesia, buruh media di berbagai wilayah Indonesia masih dan rentan dieksploitasi perusahaan media. Hasil riset AJI pada Februari-April 2023 menemukan hampir 50 persen upah jurnalis masih di bawah upah minimum.
“Bahkan belasan persen lainnya menyatakan upah mereka tidak menentu atau mendapat upah dari komisi iklan,” ungkapnya menjelaskan hasil riset AJI.
Riset AJI yang melibatkan 428 jurnalis di berbagai daerah ini juga menemukan akal-akalan perusahaan dalam perjanjian kerja. Sebanyak 52,6 persen jurnalis memiliki hubungan kerja waktu tertentu atau kontrak dan 11,2 persen perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau tetap.
Riset AJI juga menunjukkan penghormatan dan perlindungan terhadap hak perempuan masih sangat rendah. Hanya ada 11,2 persen perempuan yang mendapat hak cuti dengan upah dibayarkan ketika haid pada hari pertama dan kedua.
Ketika melahirkan, sebagian jurnalis perempuan menyebutkan tidak bekerja dan tidak mendapat upah. Tapi ada pula perusahaan media yang meminta perempuan tidak bekerja saat melahirkan.
Belum lagi gelombang PHK yang dialami ribuan buruh media sejak pandemi Covid-19 hingga 2024 ini. Ironisnya, media yang kerap mengkritik Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan turunannya yang merugikan buruh media, justru menggunakan undang-undang tersebut untuk PHK buruh media.
“Karena itu, dengan pelbagai tantangan tersebut, bersatulah seluruh buruh media!,” imbuhnya seperti yang juga diunggah dalam postingan media sosial AJI Bojonegoro. [lus/ian]