Masjid Arab di Pecinan Makassar, Imam Pertama Kakek Quraish Shihab

18 March 2024, 6:00

Makassar, CNN Indonesia — Sebuah masjid tua berdiri di tengah-tengah pemukiman warga keturunan Tionghoa atau Pecinan di Makassar, Sulawesi Selatan.
Masjid itu bernama As’Said–atau warga sekitar lebih mengenalnya dengan sebutan Masjid Arab. Dikenal demikian, karena masjid itu memang dibangun warga dari tanah Arab sebelum kemudian menjadi tempat yang identik dengan warga keturunan Tionghoa di Makassar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masjid Arab yang terletak di Jalan Lombok, Kecamatan Wajo, Kota Makassar ini telah berusia lebih dari satu abad. Masjid ini dibangun pada 1907 silam oleh para pedagang yang berasal dari Arab yang datang ke Makassar untuk berniaga.
“Masjid ini berdiri pada tahun 1907, dikatakan Masjid Arab, karena dibangun tiga komunitas yakni, Arab, India dan Pakistan. Tapi lebih dikenal dengan Masjid Arab, karena sejak berdirinya imamnya juga itu adalah orang-orang Arab,” kata pengurus Masjid As’Said, Habib Alwi Abdul Rahman kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (2/3).

Mengutip dari laman Dinas Kebudayaan Kota Makassar, pada era tersebut para  sayyid asal Kota Yaman Selatan atau Desa Hadramaut datang ke Makassar untuk berniaga dan bermukim sehingga mereka membutuhkan rumah ibadah untuk menunaikan salat dan melanjutkan syiar Islam.
“Nama Assaid ini artinya kebahagiaan. Masjid Assaid sudah terinventaris di suaka peninggalan sejarah dan purbakala dengan no 584,” demikian dikutip dari laman tersebut.
Masjid itu memiliki sembilan pintu, yang memiliki arti filosofis 9 sebagai bilangan tertinggi dan ganjil sehingga dinilai disukai Allah SWT.
“Kemudian secara fiqih, sengaja pintu masjid diperlebar dan berdekatan agar jemaah saling berkesinambungan yang di dalam dan di luar,” demikian tertulis di laman Disbud Makassar itu.

Kakek Quraish Shihab
Dia mengatakan imam pertama Masjid Arab ini adalah Habib Ali bin Abdurrahman Shihab yang menetap di Makassar. Habib Ali, katanya, merupakan kakek ulama ternama Indonesia saat ini, M Quraish Shihab.
“Habib Ali Abdul Rahman adalah imam pertama di Masjid Arab,” ujar Habib Alwi.
Bagaimana ceritanya hingga Masjid Arab bisa berada di tengah kawasan Pecinan?
Habib Alwi menceritakan dulunya wilayah itu belum dikenal sebagai tempat tinggal para warga pendatang dan keturunan China. Dulu, katanya, para pedagang dari Arab lah yang lebih dulu datang dan menetap di kawasan tersebut. Habib Alwi mengatakan dulu banyak toko-toko pedagang Arab di sepanjang jalan yang kini dikenal sebagai Jalan Sulawesi.
Lokasinya sendiri sangat dekat dari akses pelabuhan. Namun, keinginan untuk mencari penghidupan yang lebih baik sehingga para pedagang asal Arab memilih hijrah meninggalkan Kota Makassar. Dan, para pedagang asal China yang datang serta ingin menetap kemudian membeli aset pedagang Arab di Kecamatan Wajo tersebut.
Dus, wilayah itu kemudian dikenal sebagai kawasan Pecinan di Makassar hingga saat ini.
“Justru di sini, di lokasi dulu, lebih dominan orang Arab yang tinggal. Tapi, karena mereka hijrah semua, tinggal (masjid) ini yang menjadi ikon. Jadi dulu itu banyak toko-toko Arab sepanjang Jalan Sulawesi (saat ini), hingga menjadi Pecinan,” ungkapnya.

Tampak dalam masjid yang bernama As’Said atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Arab adalah salah satu masjid yang berumur tua di Makassar, Sulawesi Selatan (CNNIndonesia/Ilham)

Dari segi arsitektur Masjid Arab ini merupakan corak gaya bangunan Timur Tengah. Namun, kubah masjid tersebut bergaya Demak atau joglo jawa. Habib Alwi menceritakan itu terjadi sebetulnya karena rangka tiangnya yang disusun dari batu merah telah retak, sehingga dibongkar kubah awalnya.
“Kubahnya diganti dengan model itu. Kalau empat tiang itu, maknanya diambil dari empat Khulafaur Rasyidin (empat sahabat Nabi yang utama atau dekat kemudian menjadi khalifah setelahnya). Kalau di dalam masjid ini masih sesuai aslinya dengan gaya melengkung dan pintu kayu bagian dalam tetap mengikuti aslinya,” ujar Habib Alwi.
Pada sisi halaman Masjid Arab ini, terdapat sebuah pohon kurma yang tumbuh dengan lebat. Keberadaan pohon kurma itu kemudian menjadi pembeda Masjid Arab dengan masjid-masjid lain.
“Jadi pohon kurma itu ada sebelum dilakukan pengerjaan di pelataran masjid,” ujarnya.

Masjid As’Said atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Arab hanya khusus jemaah laki-laki. (CNNIndonesia/Ilham)

Hanya untuk jemaah laki-laki
Kapasitas masjid yang hanya bisa menampung 200 hingga 300 jemaah, hanya dikhususkan untuk jemaah laki-laki. Sehingga masjid ini cukup terbilang unik, karena tidak menampung jemaah perempuan.
“Tidak ada jemaah perempuan di masjid ini, semua laki-laki. Tapi, kita tetap terima kalau ada musafir, perempuan yang kebetulan lewat dan singgah untuk salat. Kita tetap sediakan mukena,” katanya.
Jika di bulan Ramadan kegiatan Masjid Arab hampir sama dengan masjid lainnya. Namun jika warga yang ingin merasakan salat tarawih sebanyak 20 rakaat, bisa berkunjung di Masjid Arab.
Kebiasaan lain di sana adalah salat isya dimulai lebih lambat, karena imam dan jemaah membaca amalan-amalan dulu sebelum berjemaah menunaikan salat.
“Kita di sini sebelum salat isya, kita membaca amalan-amalan. Salat isya jam 8 malam. Tarawih kita di sini 20 rakaat plus salat witir,” ujar Habib Alwi.

Tulisan ini adalah rangkaian dari kisah masjid-masjid kuno di Indonesia yang dipublikasi CNNIndonesia.com di Ramadan 1445 Hijriah

(mir/kid)

[Gambas:Video CNN]

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi