Klaten, Beritasatu.com – Masjid Agung Sorowaden yang terletak di Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, merupakan salah satu masjid tertua di daerah tersebut.
Bangunan masjid ini bergaya joglo dengan empat tiang utama yang menjaga kestabilan atap. Tiang-tiang tersebut terbuat dari kayu jati utuh dengan tinggi sekitar 9 meter.
Di bagian depan masjid, terdapat sumur tua yang digunakan untuk mengambil air. Alat pengambil air tersebut terbuat dari besi dan digunakan dengan cara diputar. Selain sumur, masjid ini juga dilengkapi dengan sebuah bedug yang terpasang di sebelah kanan masjid, serta mimbar yang mirip dengan mimbar di masjid Demak.
Masjid Agung Sorowaden sering dikunjungi oleh umat Islam dari berbagai daerah di Indonesia. Menurut pengurus masjid, Basri, nama masjid ini diambil dari nama Kiai Sorowadi. Meskipun telah mengalami renovasi dan penambahan serambi, bangunannya tetap asli.
Masjid Agung Sorowaden di Klaten merupakan salah satu masjid tertua di daerah tersebut dan konon diambil dari nama Kiai Sorowadi. – (Beritasatu.com/Joko Laksono)
“Masjid ini tidak ada yang tahu kapan dibangun. Bahkan, ayah saya yang lahir pada 1914 pun tidak tahu. Kami hanya tahu masjid ini sudah ada sejak lama. Berdasarkan cerita, masjid ini didirikan oleh Kiai Sorowadi,” ujar Basri kepada Beritasatu.com pada Sabtu (1/3/2025).
Basri menjelaskan, masjid ini pernah mengalami penambahan serambi oleh Mbah Haji Adam di masa lalu. Kini, masjid tersebut dapat menampung sekitar 500 jemaah.
“Bagian dalam masjid dapat menampung sekitar 200 hingga 250 jemaah. Dengan adanya tambahan serambi, masjid ini dapat menampung sekitar 500 jemaah,” ungkap Basri.
Usut punya usut, masjid ini dibangun oleh Kiai Sorowadi yang memiliki hubungan dengan Ki Ageng Gribig di Jatinom, Klaten. Tanah tempat berdirinya masjid ini merupakan tanah perdikan dari Kasunanan Surakarta.
“Kemungkinan besar, Kiai Sorowadi adalah santri Ki Ageng Gribig, yang kemudian diperintahkan untuk menyebarkan agama Islam di Desa Kahuman dan sekitarnya. Tanah ini tidak tercatat dalam leter C saat dicek oleh pemerintah desa,” jelas Basri.
Basri juga menambahkan, konon masjid Agung Sorowaden ini sudah berdiri jauh sebelum penjajahan Belanda. “Masjid ini sudah ada sejak sebelum penjajahan Belanda,” katanya.
Pada bulan suci Ramadan, masjid ini digunakan oleh warga untuk salat tarawih, kajian Al-Qur’an, dan kegiatan TPQ bagi anak-anak.
“Selama Ramadan, masjid Agung Sorowaden digunakan untuk salat tarawih, TPQ, dan kajian Al-Qur’an, seperti masjid pada umumnya,” kata Basri.
Basri juga menceritakan, masjid Agung Sorowaden pernah memiliki sebuah Al-Qur’an yang ditulis tangan dan terbuat dari kulit. Namun, Al-Qur’an tersebut kini sudah tidak ada lagi di masjid ini.
“Dahulu, ada peninggalan Kiai Sorowadi berupa Al-Qur’an yang terbuat dari kulit dan ditulis tangan . Namun, sekarang kami mendengar Al-Qur’an tersebut dibawa ke Keraton Yogyakarta atau tempat lain, tetapi kami kurang tahu pasti,” ujar Basri yang menjelaskan tentang masjid Agung Sorowaden.