Masalah Perundungan Merupakan Fenomena Gunung Es yang tidak Terselesaikan

24 February 2024, 20:15

Ilustrasi(Dok.Medcom)

PERISTIWA bullying di Tangerang Selatan telah menyita perhatian banyak orang. Namun bagi para penggerak perlindungan anak, ini adalah fenomena gunung es, alias puncak dari masalah anak yang tidak terselesaikan.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan, seringkali remaja memiliki gap besar antara menjemput harapan dan kenyataan.

“Padahal energi berlebihnya, merasa, itu semua seperti mudah dicapai. Namun pada kenyataannya keinginan atau eksistensi yang tidak terwujud itu, berujung mudah reaktif, dominan pelepasan emosi, yang kemudian meletakkan mereka letupan emosi, sehingga menunggu momentum terpicu,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Sabtu (24/2).
Baca juga : Aduan Kekerasan Anak Naik 30% Sepanjang 2023

Di sisi yang lain menurutnya memang yang jadi perhatian saat ini adalah bagaimana masa depan anak-anak korban bullying dan pelaku bullying. Kemudian di mana, orangtua, guru, sekolah, dan lingkungan dapat menjadi ekosistem dan ekologi pendidikan.

“Ini yang memang harus hidupkan. Kalau tidak, terkesan apa yang dipelajari di sekolah, jauh dari realitas kehidupan anak. Ini yang harus dicarikan gapnya,” tegas Jasra.

“Kemudian kita bicara juga hukum sosial, harus bisa menjawab gap selama ini, yang dialami sekolah, guru, murid, orangtua, dan lingkungan,” sambungnya. Baca juga : Orangtua Berperan Penting untuk Cegah Perilaku Perundungan

Jasra menekankan bahwa sosialisasi dan kampanye anti perundungan harus dilakukan secara masif kepada tri pusat pendidikan yakni orangtua, satuan pendidikan serta masyarakat.

Kemudian Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan sebagaimana mandat yang mewajibkan setiap sekolah harus dilatih dan memiliki kepekaan terkait perlindungan anak.

“Di sisi lain, dipastikan tersedia ruang pengaduan yang aman dan nyaman bagi korban dan hal yang sangat penting aduan tersebut ditangani secara tuntas,” ujar Jasra. Baca juga : Ini Bekal yang Harus Dipersiapkan Orangtua Agar Anak Terhindar dari Perundungan

Anggota KPAI Diyah Puspitarini menambahkan, masih maraknya kasus bullying harus menjadi bahan evaluasi bersama, di mana semenjak Permendikbud 46/2023 dikeluarkan, nyatanya perundungan juga masih banyak.

“Berarti ada persoalan dalam implementasinya,” ucap Diyah.

Maka dari itu, menurutnya yang harus diubah adalah terapkan sistem yang sederhana dan mudah dan kolaboratif antara tri pusat pendidikan, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Baca juga : Fenomena Perundungan di Indonesia, Penyelesaian Butuh Kolaborasi Banyak Pihak

“Jadi tidak terkotak-kotak, namun kolaboratif,” lanjutnya.

Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menanamkan pemahaman anti bullying tidak hanya pada pengetahuan saja tapi juga memiliki value.

“Bullying terjadi karena tidak ada respect to the other, artinya sesama warga sekolah harus ditanamkan dengan dibiasakan perilaku yang saling menghormati. Sebenarnya menciptakan budaya baik ini bisa, saya pernah melaksanakan. Berikan anak ruang berekspresi dengan tanggung jawab dan kesibukan yang positif,” kata Diyah.

Sementara itu, dari data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Perlindungan Anak) jumlah korban kasus perundungan pada 2023 mencapai 16.720 anak. Ketua Komnas PA Lia Latifah mengatakan bahwa bullying telah menyebabkan dampak yang buruk bagi anak.

“Dampak dari perilaku bullying atau perundungan menyebabkan banyak anak yang akhirnya tidak percaya diri, tidak mau bersosialisasi, tidak mau pergi ke sekolah, mengalami depresi, sampai melakukan bunuh diri,” tandas Lia. (Des/Z-7)

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi