Mantan Analis Sukses Jadi Fotografer di New York

Mantan Analis Sukses Jadi Fotografer di New York

Jakarta: Audrey Tjahjono, mantan analis e-commerce, meninggalkan dunia data untuk mengejar cerita melalui fotografi. Ia melahirkan sebuah dokumenter bertajuk “Threads of Time” yang menghadirkan kisah para lansia di New York. 
 
Perempuan asal Indonesia yang kini menetap di Queens, New York, ini mengawali kariernya sebagai analis e-commerce di salah satu agensi digital terbesar di Amerika Serikat. Setiap harinya ia mempelajari perilaku konsumen, kampanye iklan, dan strategi pemasaran berbasis data. 

Di sela-sela pekerjaannya, muncul dorongan untuk merekam kehidupan dengan cara yang lebih manusiawi. Sejak saat itu, Audrey pun jatuh hati pada fotografi. 
 
“Data bisa menjelaskan apa yang terjadi, tapi foto bisa menunjukkan mengapa hal itu penting,” jelas Audrey.
 
Dari hobi akhir pekan, fotografi berkembang menjadi bisnis yang kini melayani klien di berbagai kota, mulai dari New York, Boston, San Francisco, hingga Cleveland. Lewat pendekatan dokumenter yang jujur, Audrey mengabadikan momen keluarga, pernikahan, hingga potret kehidupan sehari-hari.
 
“Saya tidak mencari pose yang sempurna. Saya mencari perasaan yang jujur, tawa, keheningan, hal-hal kecil yang terasa nyata,” katanya.

Hasil foto Audrey Tjahjono. 
 
Filosofinya tersebut juga melahirkan proyek pribadi bertajuk “Threads of Time”, sebuah inisiatif dokumenter yang merekam kisah para lansia di New York melalui foto dan wawancara. Proyek ini menjadi bentuk penghormatan terhadap memori dan warisan hidup yang sering luput dari perhatian publik.
 
“Setiap keriput punya cerita,” tulisnya dalam salah satu catatan proyek. “Dan setiap cerita pantas diingat,” lanjutnya.
 
Selain berkarier di bidang fotografi, Audrey aktif dalam komunitas seni dan sosial. Ia tergabung dalam Park West Camera Club di Manhattan, serta menjadi fotografer sukarela bagi organisasi nirlaba seperti Catholic Charities dan Bowery Residents’ Committee (BRC), yang membantu masyarakat tunawisma di New York.
 
“Bagi saya, fotografi bukan hanya soal estetika, tapi soal empati. Saya ingin karya saya menjadi jembatan, antara generasi, antara budaya, antara data dan perasaan,” tutup Audrey.
 
Dari Surabaya hingga New York, perjalanan Audrey Tjahjono membuktikan bahwa kemampuan luar biasa bisa tumbuh dari keberanian untuk menggabungkan dua dunia yang tampaknya tak berhubungan.

 

Jakarta: Audrey Tjahjono, mantan analis e-commerce, meninggalkan dunia data untuk mengejar cerita melalui fotografi. Ia melahirkan sebuah dokumenter bertajuk “Threads of Time” yang menghadirkan kisah para lansia di New York. 
 
Perempuan asal Indonesia yang kini menetap di Queens, New York, ini mengawali kariernya sebagai analis e-commerce di salah satu agensi digital terbesar di Amerika Serikat. Setiap harinya ia mempelajari perilaku konsumen, kampanye iklan, dan strategi pemasaran berbasis data. 
 
Di sela-sela pekerjaannya, muncul dorongan untuk merekam kehidupan dengan cara yang lebih manusiawi. Sejak saat itu, Audrey pun jatuh hati pada fotografi. 
 
“Data bisa menjelaskan apa yang terjadi, tapi foto bisa menunjukkan mengapa hal itu penting,” jelas Audrey.
 
Dari hobi akhir pekan, fotografi berkembang menjadi bisnis yang kini melayani klien di berbagai kota, mulai dari New York, Boston, San Francisco, hingga Cleveland. Lewat pendekatan dokumenter yang jujur, Audrey mengabadikan momen keluarga, pernikahan, hingga potret kehidupan sehari-hari.
 
“Saya tidak mencari pose yang sempurna. Saya mencari perasaan yang jujur, tawa, keheningan, hal-hal kecil yang terasa nyata,” katanya.
 

Hasil foto Audrey Tjahjono. 
 
Filosofinya tersebut juga melahirkan proyek pribadi bertajuk “Threads of Time”, sebuah inisiatif dokumenter yang merekam kisah para lansia di New York melalui foto dan wawancara. Proyek ini menjadi bentuk penghormatan terhadap memori dan warisan hidup yang sering luput dari perhatian publik.
 
“Setiap keriput punya cerita,” tulisnya dalam salah satu catatan proyek. “Dan setiap cerita pantas diingat,” lanjutnya.
 
Selain berkarier di bidang fotografi, Audrey aktif dalam komunitas seni dan sosial. Ia tergabung dalam Park West Camera Club di Manhattan, serta menjadi fotografer sukarela bagi organisasi nirlaba seperti Catholic Charities dan Bowery Residents’ Committee (BRC), yang membantu masyarakat tunawisma di New York.
 
“Bagi saya, fotografi bukan hanya soal estetika, tapi soal empati. Saya ingin karya saya menjadi jembatan, antara generasi, antara budaya, antara data dan perasaan,” tutup Audrey.
 
Dari Surabaya hingga New York, perjalanan Audrey Tjahjono membuktikan bahwa kemampuan luar biasa bisa tumbuh dari keberanian untuk menggabungkan dua dunia yang tampaknya tak berhubungan.

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di

Google News


Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

(PRI)