Ramadan identik dengan “waktu”. Dari aspek pelaksanaannya, ia hanya dilaksanakan pada bulan tertentu (bulan setelah Syakban dalam penanggalan Islam), dan selama waktu tertentu (dari sebelum subuh sampai azan magrib).
Oleh karena itu, perhatian terhadap waktu sangatlah penting. Seperti firman Allah Swt yang menjelaskan tentang syariat puasa Ramadan:
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidiah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Al-Baqarah (2):184.
Rasulullah SAW sering kali mengingatkan kedudukan waktu, mendorong untuk memanfaatkannya, dan melarang mengabaikannya. Beliau bersabda:
نِعْمَتانِ مَغْبُونٌ فِيهِما كَثِيرٌ مِنَ النّاسِ: الصِّحَّةُ والفَراغُ
“Ada dua nikmat yang sering kali dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu sehat dan waktu luang.” (HR Bukhari, 1422 dari Abdullah bin Abbas)
Kesadaran terhadap pentingnya waktu dikemukakan juga oleh para ulama. Imam Syafi’i pernah berkata:
صحبت الصوفية فما انتفعت منهم إلا بكلمتين سمعتهم يقولون: الوقت سيف فإن قطعته وإلا قطعك. ونفسك إن لم تشغلها بالحق وإلا شغلتك بالباطل
“Aku pernah bergaul dengan orang-orang sufi dan tidak ada yang aku ambil dari mereka kecuali dua kalimat: pertama, aku mendengar mereka berkata,’Waktu laksana pedang, bisa engkau memotongnya, kalau tidak, maka ia akan memotongmu.’ Kedua, nafsumu jika tidak engkau sibukkan dengan kebaikan, maka ia akan menyibukkanmu dengan kemaksiatan.”
Yusuf Al-Qaradhawi menegaskan,“Dan atas dasar waktu pula Allah menentukan banyak ibadah, baik yang wajib maupun yang sunah. Semua ini menguatkan bahwa peran waktu yang sangat besar. Berdasarkan hal ini maka akan menyadarkan manusia akan pentingnya waktu disertai dengan pergerakan dan perputaran benda-benda langit, perputaran matahari dan bintang-bintang, dan pergantian malam dan siang.” (Al-Qaradhawi, 1991: 6)
Muslim yang baik hendaknya mampu mengatur waktunya dengan baik. Apalagi dalam bulan suci Ramadan, bulan istimewa yang penuh berkah. Bulan ini bukan hanya tentang berpuasa, juga kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah, memperbanyak amal, dan melakukan refleksi diri.
Namun, tantangan terbesar yang sering dihadapi banyak orang selama Ramadan ialah manajemen waktu dan menjaga produktivitas, baik dalam pekerjaan, belajar, maupun aktivitas sehari-hari. Perubahan pola tidur, pola makan, serta adanya kewajiban beribadah pada waktu tertentu, dapat membuat banyak orang merasa lelah, mengantuk, dan kehilangan fokus di siang hari. Meskipun begitu, dengan manajemen waktu yang baik, orang yang berpuasa tetap dapat menjaga produktivitas sepanjang Ramadan.
Salah satu yang paling utama adalah perbedaan pola tidur dan makan. Ketika berpuasa, sahur biasanya dilakukan pada dini hari, sementara berbuka puasa dilakukan saat matahari terbenam. Proses perubahan pola makan ini bisa mengganggu ritme tubuh dan menyebabkan rasa lemas atau kantuk pada siang hari, apalagi bagi mereka yang harus bekerja atau belajar.
Selain itu, banyaknya ibadah yang harus dilakukan, seperti salat wajib, tarawih, dan bacaan Al-Qur’an, juga memengaruhi energi seseorang. Dengan berbagai kewajiban ibadah ini, banyak yang merasa lelah dan kesulitan untuk tetap fokus pada pekerjaan atau studi mereka. Meskipun demikian, hal ini bukan berarti produktivitas harus menurun. Dengan beberapa strategi yang tepat, orang yang berpuasa bisa menjaga keseimbangan antara ibadah dan pekerjaan.
Rasa malas dan kantuk saat puasa adalah masalah yang umum terjadi. Diperlukan tidur yang cukup pada malam hari agar tubuh bisa beristirahat secara optimal. Hindari begadang yang tidak perlu karena akan mengganggu kualitas tidur dan menyebabkan Anda lebih lelah pada siang hari. Istirahat secara berkala juga efektif untuk membantu menghilangkan rasa kantuk dan menyegarkan tubuh. Niatkan segala pekerjaan yang dilakukan sebagai bagian dari ibadah. Dengan cara ini, akan terasa lebih termotivasi dan mendapatkan energi lebih dalam menjalankan rutinitas Ramadan.
Untuk menjaga produktivitas selama Ramadan, manajemen waktu yang baik menjadi kunci utama. Tanpa perencanaan yang tepat, orang yang berpuasa akan mudah merasa terjebak dalam rutinitas yang membingungkan dan bisa kehilangan fokus. Berikut dua tip manajemen waktu:
1. Menyusun jadwal harian yang seimbang
Membuat jadwal harian yang jelas dan terstruktur adalah hal pertama yang harus dilakukan. Tentukan waktu untuk beribadah, bekerja, dan beristirahat. Sebagai contoh, bisa dialokasikan waktu setelah sahur untuk melakukan pekerjaan yang memerlukan konsentrasi tinggi, karena tubuh cenderung lebih bertenaga pada pagi hari. Selanjutnya, setelah berbuka dan salat Magrib, bisa digunakan untuk menyelesaikan tugas ringan yang tidak membutuhkan banyak energi.
2. Teknik time blocking untuk efisiensi kerja
Time blocking adalah teknik mengatur waktu dalam blok-blok tertentu untuk tugas-tugas spesifik. Misalnya, menyisihkan waktu selama 2 jam pada pagi hari untuk pekerjaan yang paling penting dan fokus. Setelah itu, memberikan waktu cukup untuk istirahat atau ibadah, dan lanjutkan pekerjaan dengan tugas yang lebih ringan. Hal ini akan membantu menjaga fokus dan efisiensi kerja.
Menjaga produktivitas selama Ramadan memang bukan hal yang mudah, tetapi dengan manajemen waktu yang tepat, pola makan yang sehat, serta cara menjaga energi, orang yang berpuasa bisa menjalani bulan ini dengan maksimal. Yang terpenting, jangan lupa untuk tetap mengutamakan ibadah dan refleksi diri, karena itulah tujuan utama Ramadan. Dengan disiplin dan pengaturan waktu yang baik, orang yang berpuasa bisa tetap produktif sekaligus mendekatkan diri kepada Allah dalam bulan yang penuh berkah ini.
Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI).
