Jombang (beritajatim.com) – Jumat malam, 29 Agustus 2025, halaman Mapolres Jombang berubah menjadi lautan hitam. Ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi ekstra kampus yang tergabung dalam Aliansi Cipayung Plus berdiri berjejer, sebagian memegang bunga, sebagian lain menyalakan lilin.
Hening menyelimuti udara sebelum teriakan-teriakan lantang pecah, menuntut keadilan untuk Afan Kurniawan, seorang pengemudi ojol (ojek online) yang meregang nyawa karena dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob dalam aksi unjuk rasa di Jakarta.
Mereka datang bukan untuk ricuh, melainkan berduka. Bunga-bunga ditabur di aspal hitam di depan kantor polisi, seolah jalanan itu adalah nisan panjang yang menunggu doa. Orasi silih berganti terdengar, kalimat-kalimat penuh luka bercampur dengan amarah.
“Tragedi dilindas mobil taktis Brimob adalah sesuatu yang sangat mengenaskan. Kami berharap tidak ada lagi korban dari masyarakat yang ingin menyuarakan pendapatnya,” seru Daffa Raihananta, Ketua DPC GMNI Jombang sekaligus koordinator lapangan. Suaranya bergetar, tapi tegas.
Malam itu, Aliansi Cipayung Jombang menyuarakan dua tuntutan: Usut tuntas kematian Afan Kurniawan dan copot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang dianggap gagal mengendalikan aparat.
Di sisi lain pagar, aparat kepolisian berdiri berbaris. Tidak ada gesekan. Justru, dari dalam markas polisi, ucapan belasungkawa juga mengalir. Kapolres Jombang, AKBP Ardi Kurniawan, menegaskan pihaknya turut berduka.
“Kami mengucapkan belasungkawa untuk saudara kita, Affan Kurniawan. Aspirasi dari teman-teman Cipayung Plus sudah kami terima dan sangat kami hargai,” katanya. Sebelum aksi berlangsung, ia mengaku telah memimpin doa bersama dan salat gaib di markasnya.
Meski demikian, para mahasiswa tetap teguh pada sikap. Mereka menolak tragedi itu dianggap sekadar musibah. Bagi mereka, ini adalah luka bangsa yang tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja.
“Informasi terakhir, anggota kepolisian yang diduga terlibat sedang diperiksa Propam Mabes Polri. Kami berharap proses hukum berjalan dengan adil,” tambah Kapolres.
Namun di tengah kata-kata formal itu, wajah-wajah mahasiswa tetap muram. Bagi mereka, Affan Kurniawan bukan sekadar nama dalam berita. Ia adalah simbol rakyat kecil yang bersuara, lalu dibungkam dengan cara paling kejam.
Malam di Jombang itu ditutup dengan doa bersama. Lilin-lilin kecil menyala, bunga-bunga berserakan, dan udara dipenuhi bisikan harapan: semoga keadilan benar-benar berpihak pada mereka yang lemah. [suf]
