MAKI Sentil KPK “Telmi” yang Stop Kasus Izin Tambang yang Rugikan Negara Rp 2,7 Triliun

MAKI Sentil KPK “Telmi” yang Stop Kasus Izin Tambang yang Rugikan Negara Rp 2,7 Triliun

MAKI Sentil KPK “Telmi” yang Stop Kasus Izin Tambang yang Rugikan Negara Rp 2,7 Triliun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyesalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyetop penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara pada 2007-2014.
Boyamin mengatakan, kasus itu sebenarnya sudah memiliki tersangka, yakni mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman.
Namun, ketika Aswad hendak ditahan, dia disebut sengaja sakit, sehingga batal ditahan KPK.
“Saya menyesalkan penyetopan itu, karena dulu sudah diumumkan tersangkanya itu bahkan diduga menerima suap. Dan ketika tersangkanya mantan bupati, ketika mau ditahan, menyakitkan diri sehingga tidak jadi ditahan. Padahal saya punya data dia habis itu bisa ikut kampanye, bisa test drive mobil toyota,” ujar Boyamin saat dihubungi
Kompas.com
, Minggu (28/12/2025).
“Aswad sangat sehat, terbukti mampu berdiri dan beli mobil baru pasca tidak jadi ditahan KPK,” sambungnya seraya menunjukkan foto Aswad membeli mobil.
Boyamin menyampaikan,
MAKI
sangat menyayangkan dan menyesalkan KPK yang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus izin tambang tersebut.
Kini, Boyamin berkirim surat ke Kejaksaan Agung (Kejagung) agar mereka saja yang menangani perkara tersebut.
“Yang kedua, saya sudah berkirim surat dengan Kejagung untuk menangani perkara ini. Untuk memulai penyidikan baru atau mulai penanganan baru,” jelas Boyamin.
Boyamin mengatakan, dirinya juga hendak menempuh praperadilan terkait penyetopan kasus ini.
Namun, jika Kejagung cepat dalam menangani perkara yang disetop KPK itu, maka Boyamin tidak jadi menempuh upaya praperadilan.
Dia pun menyentil KPK yang terlalu lemot dan ‘telmi’.
“Dan juga sebenarnya KPK itu agak memang lemot, agak telmi, telat mikir, terhadap perkara-perkara yang sebenarnya bisa ditangani korupsi. Nah kasus tambang itu kan kalau Kejagung berani, nikel, timah berani,” imbu Boyamin.
Berdasarkan catatan
Kompas.com
, KPK menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka pada 3 Oktober 2017.
Mantan penjabat Bupati periode 2007-2009 itu diduga menerima suap Rp 13 miliar. Perbuatannya juga diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,7 triliun.
Suap Rp 13 miliar diduga diterima Aswad terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara.
“Indikasi penerimaan itu terjadi dalam rentang waktu 2007-2009, atau pada saat yang bersangkutan menjadi penjabat bupati,” ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Selasa (3/10/2017).
Kabupaten Konawe Utara merupakan wilayah pemekaran di Provinsi Sulawesi Tenggara. Konawe Utara memiliki potensi hasil tambang nikel, yang mayoritas dikelola oleh PT Antam.
Awalnya, pada 2007, Aswad diangkat menjadi penjabat Bupati Konawe Utara.
Sejak saat itu, Aswad diduga secara sepihak mencabut kuasa pertambangan milik PT Antam yang berada di Kecamatan Langgikima dan Kecamatan Molawe, Konawe Utara.
Dalam keadaan pertambangan masih dikuasai PT Antam, Aswad menerima pengajuan permohonan kuasa pertambangan eksplorasi dari delapan perusahaan pertambangan.
Selanjutnya, Aswad secara sepihak juga diduga menerbitkan 30 SK kuasa pertambangan eksplorasi.
Diduga, pada saat itu Aswad sudah menerima uang dari masing-masing perusahaan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.