Mahfud Sebut Perpanjangan Masa Jabatan DPRD-Kepala Daerah Harus Lewat Revisi UU
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pakar hukum tata negara,
Mahfud MD
menyinggung soal memperpanjang masa jabatan anggota
DPRD
dan
kepala daerah
yang dipilih pada 2024.
Itu merupakan satu dari lima alternatif yang diusulkan Mahfud dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisah pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
Untuk mengakomodasi opsi tersebut, pemerintah dan DPR perlu merevisi undang-undang yang berkaitan dengan masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah.
“Apa boleh Pak? Boleh, karena ketentuan-ketentuan mengenai pemilu, perpanjangannya, penundaannya, dan sebagainya itu diatur dengan undang-undang,” ujar Mahfud dalam diskusi publik di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Mahfud sendiri menceritakan soal dirinya yang ikut kena “semprot” akibat putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisah pemilu nasional dan daerah.
Mantan ketua MK itu pun berpandangan, putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memang terasa inkonstitusional dan menunjukkan ketidakkonsistenan lembaga tersebut.
“Karena memang terasa putusan MK ini dituding inkonstitusional, itu rasanya memang ada alasannya. Inkonstitusional kenapa? Jabatan itu kan lima tahunan, kok tiba-tiba diperpanjang. Yang boleh memperpanjang jabatan itu kan hanya konstitusi itu sendiri, ramai,” ujar Mahfud.
“Bahkan yang mengatakannya ini kemudian partai resmi peserta pemilu seperti Nasdem, itu bilang inkonstitusional. Tapi memang, kita melihat putusan MK itu tidak konsisten,” sambungnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Fajar Laksono Suroso pernah menyebut, Indonesia sudah memiliki pengalaman memperpanjang maupun memangkas masa jabatan anggota DPRD.
Hal tersebut disampaikannya ketika menjawab adanya wacana perpanjangan masa jabatan DPRD akibat putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
Ia menjelaskan, pada 1971, masa jabatan anggota DPR saat itu diperpanjang satu tahun untuk menyelaraskan pemilu pada 1977. Sehingga masa jabatan anggota DPR saat itu menjadi enam tahun.
Hal serupa juga terjadi pada 1998, di mana masa jabatan anggota DPR dipotong satu tahun karena adanya tuntutan pemilu ulang dan reformasi.
“Katakanlah ya, ini sebagai contoh, katakanlah ada perpanjangan masa jabatan DPR, toh kita juga sudah punya presedennya,” ujar Fajar dalam webinar yang digelar Pusat Studi Hukum Konstitusional (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Kamis (10/7/2025).
Fajar mengatakan, MK sendiri paham adanya konsekuensi akibat keluarnya putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 itu.
Namun, ia menjelaskan bahwa keputusan untuk memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029 memiliki landasan konstitusional, yuridis, dan teoretik yang kuat.
MK, kata Fajar, mempersilakan pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional, dalam menindaklanjuti putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 tersebut.
“Jadi menurut saya, pembentuk undang-undang diberikan apa ya, keluasan oleh MK untuk melakukan rekayasa konstitusional, untuk memastikan apa yang disebut sebagai pemisahan pemilu nasional dan lokal itu tadi,” ujar Fajar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Mahfud Sebut Perpanjangan Masa Jabatan DPRD-Kepala Daerah Harus Lewat Revisi UU Nasional 25 Juli 2025
/data/photo/2025/07/24/6882012702180.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)