Bisnis.com, JAKARTA — Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menyarankan pemerintah menempuh mekanisme eksekutif review sebagai langkah korektif Perpol yang lebih tepat dalam menjaga ketertiban hukum.
Dia menilai mekanisme tersebut lebih baik daripada jalur uji materi di Mahkamah Agung. “Ini bisa dilakukan eksekutif review, bukan judicial review,” ujar Mahfud MD dalam kanal youtube miliknya dikutip pada Rabu (17/12/2025).
Dalam pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 serta UU 12/2011 dan perubahannya, eksekutif review diartikan sebagai wewenang yang dimiliki oleh lembaga eksekutif untuk melakukan pengujian terhadap produk hukum. Dalam penjelasan Mahfud MD, terdapat dua bentuk utama koreksi melalui jalur eksekutif.
Pertama, pada level administratif kementerian, pemerintah dapat memilih untuk tidak melanjutkan pengundangan atau mencabut pengundangan peraturan tersebut dari Berita Negara.
Kedua, Presiden dapat mengambil alih kewenangan administratif dan membatalkan langsung aturan yang dinilai bermasalah.
Dia menilai, menempuh jalur judicial review, dimana Mahkamah Agung (MA) memiliki wewenang dalam menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang, justru berisiko menemui jalan buntu.
Menurut Mantan Menkopolhukam tersebut, sengketa yang bersifat umum dan menyangkut norma peraturan, tidak tepat dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“PTUN itu kan keputusan pejabat atau lembaga pemerintah yang bersengketa melawan rakyat secara perorangan. Kalau melayak secara umum, itu namanya judicial review, bukan ke PTUN,” jelasnya.
Dia juga menambahkan dalam perspektif hukum administrasi negara, kesalahan regulasi seharusnya diselesaikan oleh pejabat yang lebih tinggi, bukan langsung oleh hakim.
“Sesuatu kesalahan diselesaikan oleh pejabat di atasnya, bukan oleh hakim. Itu namanya administratif berum,” kata Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI itu.
Adapun jika koreksi dilakukan oleh hakim, mekanisme tersebut masuk kategori administratif represif melalui judicial review. Dia mengingatkan, membiarkan aturan yang bermasalah tetap berlaku akan menciptakan preseden buruk dalam tata kelola regulasi.
“Kalau ini dibiarkan, itu pelanggaran. Pelanggarannya signifikan karena tidak memenuhi putusan Mahkamah Konstitusi dan melanggar dua undang-undang,” tutup Mahfud.
Terkait Perpol, Kapolri Hormati Keputusan MK
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan Perpol No.10/2025 diterbitkan untuk menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal larangan anggota Polri isi jabatan sipil.
Sebelumnya, Perpol No.10/2025 mengatur soal 17 Kementerian atau Lembaga (K/L) bisa dijabat anggota polri yang melaksanakan tugas di luar struktur organisasi polri.
“Jadi perpol yang dibuat oleh polri tentunya dilakukan dalam rangka menghormati dan menindaklanjuti putusan MK,” ujar Sigit di kompleks Istana Negara, Senin (15/12/2025).
Dia menambahkan perpol No.10/2025 yang ditekennya itu telah melewati koordinasi atau konsultasi dengan kementerian maupun stakeholder terkait.
Di samping itu, Sigit enggan bicara banyak terkait dengan pihak lain yang menilai Perpol No.10/2025 ini berkaitan dengan putusan MK.
“Biar saja yang bicara begitu. Yang jelas langkah yang dilakukan kepolisian sudah dikonsultasikan. Baik dengan kementerian terkait, stakeholder terkait, lembaga terkait. Sehingga baru disusun perpol,” imbuhnya. (Angela Keraf)
