Libur Tahun Ajaran Baru, Makan Bergizi Gratis Tetep Dilakukan di Sekolah

Libur Tahun Ajaran Baru, Makan Bergizi Gratis Tetep Dilakukan di Sekolah

JAKARTA – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menegaskan bahwa pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk peserta didik selama masa libur sekolah bergantung pada kesediaan siswa hadir ke sekolah. Penyaluran makanan tetap dilakukan berbasis sekolah, bukan ke rumah masing-masing.

“Pelaksanaan MBG untuk anak sekolah tetap berbasis sekolah. Jadi, sangat tergantung pada kesediaan anak hadir. Kalau siswa bersedia datang ke sekolah, meskipun hanya seminggu sekali, maka pada saat itu kita berikan makanan segar dan juga bekal untuk dua hari. Misalnya berupa telur rebus, buah, susu, kacang, atau kue kering fortifikasi,” ujar Dadan dikutip ANTARA, Rabu 25 Juni.

Ia menegaskan bahwa tidak ada kebijakan dalam program MBG untuk menyalurkan bahan mentah kepada siswa. Program ini merupakan intervensi gizi yang dirancang untuk memberikan makanan siap konsumsi, bukan bahan baku atau bantuan pangan.

“Tidak pernah ada kebijakan memberikan bahan mentah. Kalau ada yang menyalurkan bahan baku, itu inisiatif sendiri dan tidak sesuai prosedur,” tambahnya.

Dadan menjelaskan, jika di suatu daerah tidak ada siswa atau guru yang bersedia hadir ke sekolah selama libur, maka penyaluran makanan bagi anak sekolah untuk sementara dihentikan. Namun, layanan gizi tetap berjalan bagi kelompok rentan lainnya seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.

“Setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tetap melayani kelompok tersebut karena penyalurannya dilakukan ke rumah masing-masing atau ke posyandu, enam hari dalam seminggu, dan tidak mengenal hari libur,” jelasnya.

Pernyataan ini disampaikan Dadan sebagai tanggapan atas temuan di sejumlah wilayah, termasuk Tangerang Selatan, Banten, di mana siswa dilaporkan menerima bahan mentah dan makanan ultra-proses sebagai bagian dari program MBG selama masa libur sekolah.

Foto-foto yang beredar di media sosial memperlihatkan paket berisi beras, ikan asin, telur puyuh, makanan ringan, sereal instan, biskuit, dan buah-buahan. Konten tersebut menuai kritik publik karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip intervensi gizi yang dijalankan oleh BGN.

Dadan menyebut, kejadian tersebut hanya terjadi di satu dari 1.885 SPPG yang tersebar di seluruh Indonesia. Ia meminta agar kasus tersebut tidak digeneralisasi, karena mayoritas pelaksana MBG sudah memahami dan menjalankan prosedur dengan benar.

“Kalau hanya satu yang salah dari 1.885 SPPG, berarti itu salah tafsir prosedur. Yang lain tetap solid menjalankan sesuai arahan,” tegasnya.