Legislator PDI-P: Rojali-Rohana Bukan Lelucon, Ini Wajah Indonesia Sedang Gelisah Nasional 31 Juli 2025

Legislator PDI-P: Rojali-Rohana Bukan Lelucon, Ini Wajah Indonesia Sedang Gelisah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

Legislator PDI-P: Rojali-Rohana Bukan Lelucon, Ini Wajah Indonesia Sedang Gelisah
Tim Redaksi
DENPASAR, KOMPAS.com
– Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam meminta pemerintah untuk tidak menganggap enteng kemunculan fenomena “
Rojali
” dan “
Rohana
”, yang kerap dibicarakan di media sosial.
Politikus PDI-P itu mengatakan, kemunculan Rojali dan Rohana justru harus dianggap sebagai penanda bahwa daya konsumsi atau daya beli masyarakat sedang bermasalah.
“Mereka bukan sedang iseng. Mereka sedang bertahan di tengah sulitnya hidup. Kalau rakyat mulai ramai-ramai datang ke pusat perbelanjaan hanya untuk lihat-lihat, itu tanda
ekonomi
sedang tidak baik-baik saja,” kata Mufti dalam keterangan tertulis, Kamis (31/7/2025).
“Fenomena Rojali dan Rohana ini merupakan jeritan rakyat yang terhimpit ekonomi,” sambungnya.
Menurut Mufti, istilah Rojali dan Rohana memang digambarkan secara lucu lewat konten di media sosial.
Namun di balik itu semua, kedua istilah itu menunjukkan adanya perubahan perilaku konsumen, di tengah tantangan dan kondisi ekonomi yang semakin berat.
“Kita semua harus menyadari bahwa Rojali dan Rohana bukan sekadar konten lelucon di medsos, tapi ini adalah wajah Indonesia yang sedang gelisah,” jelas Mufti.
Tak sampai di situ, Mufti menilai bahwa fenomena Rojali dan Rohana semakin mendefinisikan beratnya hidup masyarakat Indonesia.
Sebab, lanjut Mufti, di tengah situasi ekonomi yang sulit, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan tak pro rakyat.
Dia mencontohkan pengenaan pajak bagi influencer, pelaku UMKM, hingga pemblokiran rekening dormant.
“Rakyat hari ini tidak pegang uang. Tapi pemerintah justru seperti menutup mata, dan malah sibuk menyiapkan kebijakan yang makin membebani rakyat,” ungkap Mufti.
“Mulai dari rencana pajak influencer, pajak UMKM online, hingga yang terbaru, pemblokiran rekening hanya karena tidak aktif 3 bulan,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, tingkat
kemiskinan
di wilayah perkotaan cenderung naik dibandingkan tahun lalu.
Hal ini menjadi akar dari berbagai fenomena yang ada termasuk rombongan jarang beli (
rojali
) dan rombongan hanya nanya (
rohana
) yang belakangan semakin menjamur dan kerap terlihat di pusat-pusat perbelanjaan.
Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF Abra Talattov mengatakan, tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan naik dari 6,6 persen pada September 2024 menjadi 6,73 persen pada Maret 2025.
“Yang cukup mengkhawatirkan adalah terjadinya kenaikan tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan,” ujar Abra dalam diskusi publik Angka
Kemiskinan
Turun, Kesejahteraan Naik?, Selasa (29/7/2025).
Dia menambahkan, wilayah perkotaan ini memang sangat sensitif terhadap kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, transportasi, dan perumahan.
Hal tersebut menjadi salah satu penyebab utama tumbuhnya tingkat kemiskinan di perkotaan.
“Sehingga ini memberikan tekanan signifikan terhadap kelompok rentan miskin di perkotaan, di tengah pendapatan yang relatif stagnan,” kata Abra.
Pendapatan masyarakat perkotaan juga relatif turun karena sebagian besar masyarakat bekerja di sektor informal.
Abra mengungkapkan, dengan adanya tekanan tersebut, muncul fenomena rombongan jarang beli (rojali) dan rombongan hanya nanya (rohana) di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih mengutamakan kebutuhan dasar dibandingkan kebutuhan sekunder atau tersier.
“Ada shifting prioritas masyarakat di wilayah perkotaan,” ucap Abra.
Di sisi lain, dia menjelaskan, tingkat kemiskinan di wilayah pedesaan juga masih cukup tinggi atau jauh di atas tingkat kemiskinan nasional.
Abra menyebutkan, sebenarnya tingkat kemiskinan di wilayah pedesaan memang sedang dalam tren penurunan.
Sebagai informasi, secara umum angka kemiskinan di Indonesia turun 8,47 persen menjadi 23,85 juta per Maret 2025 menurut Badan Pusat Statistik (BPS).
Hasil itu menjadi capaian angka kemiskinan paling rendah selama 20 tahun terakhir.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.