Jakarta –
Anggota DPRD DKI Jakarta Francine Widjojo mendorong Jakarta bertransformasi menjadi kota global yang ramah hewan. Salah satunya, ia mengusulkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Pengawasan Hewan Rentan Rabies Tahun 1995.
Usulan tersebut disampaikan Francine pada diskusi ‘Kebijakan Kesehatan dan Kesejahteraan Hewan di DKI Jakarta’. Diskusi ini diselenggarakan oleh Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) Provinsi DKI Jakarta, Rabu (30/10/2024).
“Salah satu hal yang harus disiapkan untuk menjadi kota global adalah dukungan pada perlindungan dan kesejahteraan hewan di Jakarta,” kata Francine melalui keterangan tertulis, Kamis (31/10/2024).
Politikus PSI itu memandang revisi pada Peraturan-peraturan Daerah (Perda) di Jakarta terkait perlindungan dan kesejahteraan hewan diperlukan. Sebab, perda itu sudah berlaku hampir 30 tahun sehingga perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Bahkan, Francine juga menyoroti adanya kesalahan ketik fatal dalam Perda itu yang tidak pernah diperbaiki sejak 1995.
“Salah satunya Perda DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies, serta Pencegahan dan Penanggulangan Rabies di Daerah Khusus Ibukota Jakarta,” ujarnya.
“Bahkan istilah hewan rentan rabies saja sudah lama berubah menjadi Hewan Penular Rabies atau HPR,” sambungnya.
“Di situ tertulis setiap rumah di Jakarta hanya boleh memelihara maksimal 5 HPR tanpa melihat luasan rumah dan lahannya. Harus ada kajian yang lebih dalam sebelum menentukan hal-hal semacam ini,” ujar Francine.
Anggota DPRD DKI Jakarta Francine Widjojo (Foto: Dok. Istimewa)
Anggota Komisi B DPRD DKI itu mengakui masih banyak aturan yang perlu dibuat dan disempurnakan. Tujuannya supaya Jakarta dapat menjadi kota yang ramah hewan.
Francine juga menyoroti perlunya kepedulian pejabat pemerintah di Jakarta dalam menyiapkan langkah penanggulangan populasi hewan, Prinsipnya, penanggulangan dilakukan tanpa mengabaikan keselamatan dan kesejahteraan hewan.
“Pejabat pemerintah harus memiliki empati terhadap hewan terlantar dan memiliki pemahaman yang sama untuk mengendalikan populasi tanpa meninggalkan prinsip kesejahteraan hewan,” imbuhnya.
(taa/taa)