JAKARTA – Aktivitas mudik bagi sebagian umat Islam merupakan cermin dari kesadaran tentang pentingnya memelihara silaturahmi di antara keluarga besar. Mudik juga bagian dari refleksi kerinduan setiap insan akan kehangatan antar sesama kerabat dan persahabatan. Hal ini yang membuat sebagian orang rela melakukan apa saja untuk bisa mudik.
Meski tidak persis sama dengan tiga tahun lalu akibat pandemi, perayaan Iedul Fitri 2025 seakan digelayuti awan hitam yang mmembawa kegelapan. Hari Raya Suci Iedul Fitri 2025 ini gelap!
Lebaran merupakan perpaduan dari hari raya umat Islam dan tradisi budaya yang telah diwariskan leluhur secara turun temurun. Jutaan orang siap menempuh jarak yang jauh hanya demi bertemu dengan keluarganya di kampung halaman. Selain tradisi mudik, di dalamm merayakan hari raya suci ada satu ritual bagi sebagian masyarakat yakni mengenakan baju atau busana terbaiknya. Tradisi ini diperkenalkan di kesultanan Banten pada abad ke 16. Di mana pusat perbelanjaan menjadi tujuan utama jelang Lebaran, dengan berbagai potongan harganya. Tujuannya hanya satu memikat perhatian konsumen.
Di balik pelaksanaan dan menjaga tradisi kemeriahan yang diturunkan, ada harga yang harus dibayar. Sayangnya, kenyataan ekonominya itu tidak sama dengan semangat merayakan hari kemenangan. Tren ramai- ramai berbelanja untuk kebutuhan ramadan dan hari raya tidak terlihat. Hingga pekan ketiga bulan ramadan, konsumsi rumah tangga masih lesu. Kelompok rumah tangga menengah ke bawah seakan mengerem belanja.Tidak bergairahnya kelompok masyarakat menjelang lebaran merupakan anomali yang menggambarkan ketidakberesan di ekonomi domestik Indonesia.
Ilustrasi pedagang di pasar perahu
Lembaga Center of Reform on Economics atau CORE Indonesia di laman utamanya yang berjudul ‘Awas Anomali Konsuumsi Jelang Lebaran 2025’ mengungkapkan data-data konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 54-5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, menjelang periode Ramadan dan IdulFitri 1446 Hijriyah. Dan BPS kembali mencatat deflasi pada Februari 2025, baik secara tahunan (-0,09%), bulanan (-0,48%) maupun year to date (-1,24%).
Memang, secara agregat, inflasi inti masih cukup baik 0,25% (bulanan) dan 2,48% (tahunan). Faktor terbesar penyumbang deflasi juga berasal dari kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, yang dipicu oleh insentif diskon tarif listrik 50% yang diberikan pemerintah untuk rumah tangga kelas menengah sejak dari Januari hingga Februari 2025 lalu.
Jdeflasi pada februari 2025 tidak hanya terjadi pada kelompok pengeluaran tersebut, melainkan juga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau, dengan andil sebesar -0,12% secara bulanan. Padahal, menjelang bulan Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya, kelompok makanan,minuman dan tembakau selalu menyumbang inflasi,
meskipun dorongan kenaikan harga biasanya tertahan oleh musim panen yang sudah dimulai pada bulan Februari di beberapa daerah di Indonesia.
CORE juga mengungkapkan data dari Bank Indonesia yang mencatat Indeks penjualan riil (IPR) pada Februari 2025 diperkirakan merosot sebesar 0,5% (yoy), dipengaruhi jatuhnya penjualan Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau (-1,7%). IPR mencerminkan tingkat penjualan eceran di beberapa kota besar di Indonesia, salah satu indikator
penting dari sisi produsen yang dapat menggambarkan pergerakan konsumsi rumah tangga. Dengan mengesampingkan kasus Covid-19 pada 2020-2021, pertumbuhan IPR sebetulnya telah melambat sejak 2017.
“Sebelum 2017, pertumbuhan IPR selalu double digits, tetapi sejak 2017 pertumbuhan IPR stagnan di bawah 5%. Perlambatan pertumbuhan IPR sejak 2017 mencerminkan adanya tekanan yang semakin mengeras terhadap konsumsi rumah tangga. Puncaknya adalah anomali pada Ramadan dan lebaran 2025,” ungkapnya.
perspektif produsen juga menunjukkan sinyal gawat. Sinyal gawat ini tampak dari setoran penerimaan pajak untuk lapangan usaha perdagangan dan industri manufaktur yang terjungkal cukup dalam. Pada Januari 2025, setoran pajak dari industri pengolahan hanya mencapai Rp 23,25 triliun, atau terkontraksi sebesar 39% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai Rp 38,1 triliun.
Kinerja sektor perdagangan juga jatuh lebih dalam mencapai -89% pada periode yang sama. Pada Januari 2025, realisasi penerimaan pajak sektor perdagangan hanya Rp 4,23 triliun, jauh di bawah Januari 2024, Rp 38,8 triliun. Data-data di atas menguatkan hipotesis adanya kejanggalan perilaku konsumsi rumah tangga menjelang lebaran 2025. Tentu, ini adalah cerminan situasi genting dalam rumah tangga masyarakat Indonesia.
Gambar tabel data pertuumbuhan tahunan upah riil BPS
Menurunnya tingkat Pemudik dan Keyakinan Konsumen
Pemerintah memprediksi pemudik hanya 146,48 juta orang, turun tajam dari tahun lalu yang mencapai 193,6 juta orang. Penurunan 24 persen ini bukan sekadar statistik. Ini adalah cermin dari ekonomi yang terluka. Jadi tidak salah jika lebaran 2025 merupakan hari raya suci yang gelap bagi sebagian masyarakat. Pasalnya, sebagian kawan buruh di berbagai daerah meratapi nasib lebaran tanpa THR.
Pemudik Bermotor Ngeluh akan Jalan Rusak (IST)
Alih-alih menyiapkan bekal untuk mudik ke kampung yang didambakan, untuk kebutuhan sehari-hari pun rakyat dalam kondisi serba susah dan mencekik. Daya beli kurang, sedangkan harga barang kebutuhan dasar, termasuk transportasi aman dan nyaman kian hari kian mahal. Klaim Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), hingga Maret 2025, sudah ada 40 ribu karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Pada Januari 2025, terjadi penurunan indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hingga 0,4 persen (month-to-month) dibandingkan IKK Desember 2024. Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, pasti terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun.
Pengamat Ekonomi Nailul Huda menyebutkan, kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025. Cerminan buruknya kondisi ekonomi di awal tahun juga tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang menurun tajam dari Desember 2024 ke Januari 2025.
“Kondisi tersebut menyiratkan bahwa pasar Indonesia sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Dampaknya adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin merosot,”tandasnya.
Kebangetan! Ternyata Masih Ada 40 Perusahaan yang Belum Bayar THR
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan sekitar 40 perusahaan diduga menunggak pembayaran tunjangan hari raya (THR).
“Tadi pagi saya dengar sekitar 40-an kalau saya dengar tadi, tapi kita belum lihat detail kasusnya apa dan ini seperti apa,” kata Yassierli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
Yassierli mengatakan bahwa pihaknya terus membuka pelaporan terkait tunggakan THR. Setiap laporan yang masuk akan melalui proses verifikasi oleh pengawas ketenagakerjaan. Jika laporan dinilai valid, pengawas akan melakukan pemeriksaan dan mengeluarkan nota pemeriksaan pertama. Perusahaan diharapkan merespons dalam waktu tujuh hari.
Jika tidak ada tanggapan, akan dikeluarkan nota pemeriksaan kedua dengan tenggat tiga hari. Apabila masih tidak ada respons, Kementerian akan memberikan rekomendasi tindakan. Dia mengatakan sanksi bagi perusahaan yang menunggak THR bervariasi, tergantung rekomendasi hasil pemeriksaan. Sanksi dapat berupa denda administratif akibat keterlambatan hingga rekomendasi kepada pemerintah daerah terkait kelangsungan usaha perusahaan.
“Jadi bukan kami yang berikan sanksi, kita berikan rekomendasi,” ucapnya.