Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini mengalami pelemahan.
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 26 November 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.934 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 53 poin atau setara 0,34 persen dari posisi Rp15.881 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
“Pada perdagangan sore ini, mata uang rupiah ditutup melemah 53 poin walaupun sebelumnya sempat melemah 60 poin di level Rp15.934 per USD dari penutupan sebelumnya di level Rp15.881 per USD,” kata analis pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam analisis hariannya.
Sementara itu, data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah berada di zona merah pada posisi Rp15.925 per USD. Rupiah jatuh sebanyak 61 poin atau setara 0,38 persen dari Rp15.864 per USD di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sedangkan berdasar pada data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp15.930 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun sebanyak 66 poin dari perdagangan sebelumnya di level Rp15.864 per USD.
Ramalan ekonomi hingga kenaikan PPN
Ibrahim mengungkapkan, ambruknya kurs rupiah terhadap dolar lantaran para pelaku pasar yang mencerna prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada tahun ini tidak akan mencapai 5,1 persen secara tahunan (yoy).
“Kemungkinan (pertumbuhan ekonomi Indonesia) hanya berada pada level 5,0 persen (yoy). Ini karena belanja di akhir tahun meningkat, tetapi belum tentu akan mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi karena merupakan faktor musiman,” jelas Ibrahim.
Pada kuartal IV-2024, PDB seharusnya akan flat atau ada soft acceleration karena belanja. Di kuartal III sebelumnya, belanja bansos meningkat tetapi efeknya belum terlihat ke konsumsi. Pilkada di kuartal keempat tahun ini akan membantu belanja.
Sementara itu, di 2025 ada sejumlah faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, jika pemerintah menaikkan tarif Pajak Penambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, pertumbuhan ekonomi secara tahunan bisa berada di angka 4,91 persen hingga 4,96 persen.
“Angka itu jauh dari target tahun depan yang mencapai 5,2 persen,” tutur dia.
Kemudian, kondisi global yang belum tentu pulih akan menjadi tantangan tersendiri. Salah satu yang perlu diwaspadai misalnya kebijakan tarif dari presiden terpilih AS Donald Trump bisa berdampak terhadap banjir barang dari Tiongkok ke Indonesia.
“Akibatnya harga tertekan dan persaingan dengan produsen lokal, sehingga likuiditas menjadi tantangan tersendiri untuk pertumbuhan ekonomi,” terang Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(HUS)