Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang melarang guru memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada siswa menuai kritik tajam dari netizen. Kebijakan ini dianggap lebih mengutamakan popularitas ketimbang progresivitas dalam reformasi pendidikan.
Melalui unggahan akun Instagram @ussfeeds, Minggu (8/6/2025), berbagai komentar kritis membanjiri ruang komentar.
Banyak yang menilai bahwa langkah Dedi Mulyadi yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) hanya bertujuan menarik perhatian publik.
“Ini baru kebijakan, yang penting viral dan populis saja. Enggak usah pakai pendapat ahli, asal menurut KDM itu benar, ya sudah pasti benar,” tulis akun @bonxxx.
“Kebijakannya populis melulu deh, progresif kek,” kata akun @ngexxx.
“Melihatnya kayak yang penting viral dahulu. Populis tetapi progresifnya?” sindir akun @imaxxx.
Sorotan Soal Kesadaran Belajar dan Sarana Sekolah
Tak hanya menyasar niat kebijakan, sejumlah netizen juga mengkritisi minimnya kesadaran belajar mandiri pada siswa, serta ketimpangan kualitas pengajaran di sekolah-sekolah.
“Banyak siswa yang belum mempunyai kesadaran belajar mandiri. Kalau pulang sekolah dan enggak ada PR, mereka tidak belajar dan tidak membaca,” tulis akun @4thxxx.
“Aku guru dan aku masih kasih PR. Untuk matematika, PR itu wajib karena satu-satunya cara agar bisa ya dengan latihan. Kalau enggak dikasih PR, ilmunya menguap begitu saja,” beber akun @heyxxx.
Sementara itu, akun lain menyoroti kondisi sarana prasarana sekolah yang belum merata.
“Maaf, enggak semua sekolah kasih pendidikan maksimal. Banyak sekolah cuma mengejar nilai, tapi anaknya enggak paham apa-apa,” ujar akun @ayyxxx.
Kebijakan Larangan PR Dedi Mulyadi
Kebijakan larangan PR ini merupakan bagian dari pendekatan baru yang diusung Dedi Mulyadi dan diklaim untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Eks bupati Purwakarta itu menyatakan, proses belajar seharusnya dimaksimalkan di ruang kelas, sementara di rumah siswa diberi ruang untuk beristirahat, mengembangkan minat, dan membantu orang tua.
Dedi Mulyadi juga menyebut PR justru menjadi beban tambahan bagi siswa dan keluarga, serta tidak selalu mencerminkan kemampuan belajar.
Perdebatan Publik soal Pendidikan Berkelanjutan
Kebijakan Dedi Mulyadi membuka ruang perdebatan publik tentang model pendidikan ideal, khususnya terkait peran PR dalam membentuk disiplin belajar siswa.
Di satu sisi, kebijakan ini dinilai berpihak pada well-being siswa, tetapi di sisi lain dianggap mengabaikan pentingnya latihan berkelanjutan dan kesenjangan kualitas sekolah.
Dengan sorotan tajam dari publik dan tenaga pendidik, kebijakan larangan PR Dedi Mulyadi ini menantang Pemprov Jabar untuk menghadirkan reformasi pendidikan yang lebih holistik, tidak sekadar populis dan viral.
