Daftar Isi
Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol terus menjadi topik perbincangan. Hal ini disebabkan manuvernya yang menerapkan darurat militer pada Selasa lalu, Selasa (3/12/2024) malam waktu setempat.
Keputusannya itu sendiri tak berlangsung lama. Enam jam setelah diumumkan, 190 dari 300 anggota parlemen Korsel, Majelis Nasional, memutuskan untuk menganulir keputusan tersebut.
Tak berakhir sampai di situ, sejumlah penyelidikan telah dilakukan kepadanya. Ia juga terancam akan dimakzulkan dalam sebuah sesi pemungutan suara di Majelis Nasional, Sabtu (7/12/2024).
Berikut rentetan kejadian yang melibatkan orang nomor satu Korsel itu sejak menerapkan darurat militer hingga saat ini:
1. Kronologi
Dalam pidatonya pada Selasa malam, Yoon menceritakan upaya oposisi politik untuk melemahkan pemerintahannya. Ia kemudian mengumumkan darurat militer untuk ‘menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah menimbulkan kekacauan’.
Dekritnya tersebut kemudian menempatkan militer sebagai penanggung jawab. Nampak juga pasukan berhelm dan polisi dikerahkan ke gedung parlemen Majelis Nasional.
Liputan media lokal menunjukkan pasukan bertopeng dan bersenjata memasuki gedung parlemen sementara staf mencoba menahan mereka dengan alat pemadam kebakaran. Sekitar pukul 23:00 waktu setempat, militer mengeluarkan dekrit yang melarang protes dan aktivitas oleh parlemen dan faksi politik, media juga ditempatkan dalam kendali pemerintah.
Walau ketegangan semakin tinggi, Majelis Nasional tetap mengambil posisi untuk menentang situasi darurat tersebut. Setelah pukul 01:00 pada hari Rabu, Majelis Nasional, yang dihadiri 190 dari 300 anggotanya, menolak tindakan tersebut dan dengan demikian, deklarasi darurat militer Presiden Yoon dinyatakan tidak sah.
Foto: Orang-orang berkumpul di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024. (REUTERS/Soo-hyeon Kim)
Orang-orang berkumpul di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024. (REUTERS/Kim Soo-hyeon)
2. Skandal dan Kejatuhan Politik
Sebelum menjatuhkan dekrit darurat militer, Yoon berada dalam posisi terpojok tatkala oposisinya memenangkan parlemen pada April lalu. Pemerintahanya sejak saat itu tidak dapat meloloskan RUU yang mereka inginkan dan malah dipaksa untuk memveto RUU yang disahkan oleh oposisi liberal.
Yoon juga kemudian mengalami penurunan peringkat persetujuan, berkisar di sekitar level terendah 17%, karena ia terjerumus dalam beberapa skandal korupsi tahun ini. Salah satunya termasuk yang melibatkan Ibu Negara yang menerima tas Dior, dan tudingan lainnya seputar dugaan manipulasi saham.
Bulan lalu ia dipaksa untuk mengeluarkan permintaan maaf di TV nasional, dengan mengatakan bahwa ia mendirikan kantor yang mengawasi tugas-tugas Ibu Negara. Namun ia menolak penyelidikan yang lebih luas, yang menjadi permintaan partai-partai oposisi.
Kemudian minggu ini, Partai Demokrat yang beroposisi memangkas 4,1 triliun won (Rp 46 triliun) dari anggaran yang diusulkan pemerintah Yoon sebesar 677,4 triliun won (Rp 7.600 triliun). Sayangnya, hal ini tidak dapat diveto oleh presiden.
Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara.
3. Terancam Lengser
Manuver Yoon ini akhirnya membuat Majelis Nasional Korsel mengambil tindakan keras. Lembaga parlemen itu akan melakukan pemungutan suara pada Sabtu malam untuk menentukan nasib Yoon.
Anggota Parlemen oposisi Yoon, Kim Seung Won, mengatakan bahwa keputusan Yoon memberlakukan darurat militer adalah sebuah kesalahan fatal yang ‘tidak pantas untuk diampuni’.
“Ini adalah kejahatan yang tidak dapat dimaafkan. Kejahatan yang tidak dapat, tidak boleh, dan tidak akan diampuni,” katanya
Pemungutan suara pemakzulan sendiri akan dilakukan pada Sabtu pukul 19.00 waktu setempat. Jika mosi tersebut diloloskan, Yoon akan diskors sambil menunggu putusan dari hakim Mahkamah Konstitusi. Jika para hakim menyetujuinya, Yoon akan dimakzulkan dan pemilihan baru harus diadakan dalam waktu 60 hari.
4. Menteri-Staf Presiden Resign Massal
Sesaat setelah adanya darurat militer ini, Kepala Staf Kepresidenan Yoon, Chung Jin Suk, Penasihat Keamanan Nasional Shin Won Sik, Kepala Staf Kebijakan Sung Tae Yoon, serta tujuh pembantu senior lainnya memutuskan untuk mengundurkan diri.
Di luar Kantor Presiden, Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Yong Hyun mengajukan pengunduran diri serupa. Ia mengaku menyesal dengan adanya arahan darurat militer ini.
“Pertama-tama, saya sangat menyesalkan dan bertanggung jawab penuh atas kebingungan dan kekhawatiran yang ditimbulkan kepada publik terkait darurat militer… Saya telah bertanggung jawab penuh atas semua hal yang terkait dengan darurat militer dan telah mengajukan pengunduran diri saya kepada presiden,” kata Kim dalam sebuah pernyataan.
Foto: Tentara maju ke gedung utama Majelis Nasional setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, 3 Desember 2024. (via REUTERS/YONHAP)
Tentara maju ke gedung utama Majelis Nasional setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, 3 Desember 2024. (Yonhap via REUTERS)
5. Ditinggal Partai Sendiri.
Partai besutan Yoon, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), juga melontarkan bola panas kepada Yoon. Berbicara setelah sebuah pertemuan partai, pemimpin PPP Han Dong Hoon menyebutkan manuver Yoon itu berdampak parah bagi Korsel, dengan Yoon disebut telah menempatkan negara dalam ancaman serius.
“Ada resiko tinggi tindakan ekstrem seperti darurat militer ini terulang, sementara Yoon tetap berkuasa, yang menempatkan negara dalam bahaya besar,” ujarnya dikutip Reuters, Jumat (6/12/2024).
PPP sendiri sejauh ini bersikap untuk menentang pemakzulan Yoon seperti mosi yang diajukan oposisinya. Namun Han menyebut sikap PPP bisa saja berubah seiring dengan munculnya bukti-bukti bahwa dalam darurat militer, Yoon memerintahkan menahan para pemimpin oposisinya.
“Saya yakin bahwa penangguhan jabatan Presiden Yoon Suk Yeol segera diperlukan untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya mengingat fakta-fakta yang baru terungkap,” tambah Han.
Di sisi lain, beberapa anggota PPP mendesak Yoon untuk mengundurkan diri sebelum pemungutan suara pemakzulan besok. Mereka mengatakan tidak ingin insiden pemakzulan seperti yang dialami Presiden Park Geun Hye pada tahun 2016 terulang, yang memicu keruntuhan partai konservatif dan kemenangan kaum liberal.
“Kita tidak dapat memakzulkan presiden besok dan menyerahkan rezim kepada Partai Demokrat Lee Jae Myung,” kata anggota parlemen PPP, Yoon Sang Hyun, kepada wartawan.
6. Dihantui Hukuman Mati.
Kepolisian Korsel memutuskan untuk memeriksa Yoon, Kamis (5/12/2024). Dalam pernyataannya, Kepolisian Korsel menyebut Yoon akan menghadapi dugaan pemberontakan pasca manuvernya itu. Di dalam hukum, pelanggaran semacam ini dapat berakhir pada hukuman mati.
“Kami sedang menyelidiki Presiden Yoon atas tuduhan ‘pemberontakan’ kejahatan yang melampaui kekebalan presiden dan dapat dijatuhi hukuman mati, setelah pihak oposisi mengajukan pengaduan terhadapnya dan tokoh-tokoh penting lainnya yang terlibat,” tulis pernyataan itu dikutip AFP.
7. Kata Pejabat Korea Utara
Pejabat Korut di China bereaksi terhadap langkah pemimpin rivalnya, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, yang memberlakukan darurat militer Selasa malam lalu. Reaksi pejabat Kim Jong Un ini dilaporkan oleh Radio Free Asia dalam penelusuran di China, Kamis (5/12/2024).
Dalam laporan itu, pejabat Korut di China mengaku kaget dengan manuver tersebut. Namun mereka lebih kaget saat parlemen Korsel, Majelis Nasional, memutuskan menggulingkan Yoon dari tapuk kekuasaan, yang menurut mereka merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi di Korut.
“Akan terjadi pertumpahan darah jika pejabat senior Korut juga menentang penguasa tertinggi Kim Jong Un,” kata seorang pejabat perdagangan Korut yang ditempatkan di Dalian, China, tanpa menyebutkan namanya karena sensitivitas.
“Pengawasan dan keseimbangan demokratis seperti itu adalah konsep asing di Korut. Saya sangat terharu melihat resolusi pencabutan darurat militer disahkan di majelis, dan kemudian presiden sendiri mengumumkan kepada rakyat bahwa ia mencabut darurat militer,” tambahnya.
(dce)