Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Fanshurullah Asa yakin pembahasan revisi Undang-undang terkait Persaingan Usaha tidak membutuhkan waktu yang lama.
Sebagaimana diketahui, revisi Undang-undang (UU) No.5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Memang UU Persiangan Usaha sudah puluhan tahun dan tidak pernah direvisi. Terima kasih ke teman-teman di legislatif khususnya Komisi VI, yang sudah punya perhatian ke KPPU,” ujarnya di sela kunjungan ke Redaksi Bisnis Indonesia, Jumat (22/11/2024).
Beberapa tahun silam, UU tersebut memang hampir direvisi oleh pemerintah dan DPR. Kala itu, usulan revisis datang dari pihak pemerintah. Lantaran sekarang revisi UU merupakan inisiatif DPR maka dia yakin tidak akan aral yang merintangi pembahasan tersebut.
Menurutnya, DPR masih bisa menggunakan draft revisi yang dulu sudah pernah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Naskah tersebut, kata dia, masih sangat relevan dengan kondisi teraktual .
“Beberapa pasal memang perlu direvisi misalkan masalah definisi pelaku usaha yang sudah lintas negara, masalah notifikasi pre-merger. Mudah-mudahan bisa diwujudkan karena sudah ada kajiannya, naskah akademiknya juga sudah ada,” terangnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, setidaknya ada lima isu krusial terkait amandemen regulasi ini yakni penguatan kelembagaan KPPU sehingga sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menggeser regim merger dari post-merger yang membebani pelaku usaha menjadi pre-merger notification yang sejalan praktik internasional terbaik.
Terkait dengan persoalan merger ini, berdasarkan penelitian yang disampaikan pada World Economic Forum (WEF), siklus hidup sebuah perusahaan hanya mencapai 13 tahun. Setelah itu, pelaku usaha akan melakukan merger atau akuisisi dan konsolidasi. Sebelumnya, siklus hidup perusahaan bisa mencapai 100 tahun dan merger semakin dinamis seiring platform ekonomi digital.
Isu lainnya, yaitu perubahan formula denda persaingan menjadi setinggi-tingginya 30% dari penjualan barang di mana pelaku usaha melakukan pelanggaran dan mengadopsi program leniensi atau whistleblower, atau justice collaborator dengan memberi keringanan hukuman bagi pelaku usaha yang kooperatif selama periode pemeriksaan.
Terakhir, amandemen itu bisa memberikan perluasan kewenangan KPPU sehingga menjangkau pelaku usaha di negara lain tetapi memiliki kegiatan bisnis di Indonesia.