Asep menjelaskan bahwa kasus yang melibatkan Kusnadi, JPP, HAS, SUK, WK, dan AR sebagai tersangka tersebut bermula dari adanya dugaan pertemuan antara pimpinan DPRD Jatim bersama fraksi untuk menentukan jatah hibah pokok pikiran (pokir) atau pokmas tahun 2019-2022 bagi setiap anggota DPRD Jatim.
Kusnadi kemudian mendapatkan jatah dana hibah pokmas dengan total Rp 398,7 miliar selama 2019-2022, yakni dengan rincian Rp 54,6 miliar pada 2019, Rp 84,4 miliar pada 2020, Rp 124,5 miliar pada 2021, dan Rp 135,2 miliar pada 2022.
Uang tersebut didistribusikan oleh Kusnadi kepada JPP sebagai korlap pengondisian dana pokmas di Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung.
Kemudian HAS sebagai korlap di Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan. Sementara SUK, WK, dan AR sebagai korlap di Kabupaten Tulungagung.
Kelima korlap kemudian membuat proposal permohonan dana hibah dengan menentukan jenis pekerjaan, membuat rencana anggaran biaya (RAB), dan laporan pertanggungjawaban (LPJ) kepada Kusnadi yang menghasilkan kesepakatan pembagian biaya komitmen.
Pembagian tersebut meliputi untuk Kusnadi sekitar 15-20 persen, korlap sekitar 5-10 persen, pengurus pokmas sekitar 2,5 persen, dan admin pembuatan proposal dan LPJ sekitar 2,5 persen.
“Bayangkan, dari anggaran yang 100 persen, kemudian hanya 55 persen (untuk masyarakat, red.). Itu pun kemudian belum diambil keuntungannya oleh yang pelaksana,” kata Asep.
”Nah pelaksana misalkan mengambil 10 atau 15 persen. Jadi, yang nanti diterapkan hanya sekitar 40 persenan dari nilai anggarannya. Tentu saja ini sangat berpengaruh terhadap kualitas bangunan yang ada atau kualitas pekerjaan, jalan mudah rusak, bangunan mudah roboh, dan lain-lain, seperti itu imbasnya,” sambungnya.
Selanjutnya, dana hibah yang disetujui tersebut dicairkan melalui rekening di Bank Jatim atas nama pokmas atau lembaga yang mengajukan proposal
“Seluruh dananya diambil oleh para korlap yang kemudian membagi jatah kepada pengurus pokmas, serta admin pembuatan dan LPJ. Sementara untuk aspirator atau dalam hal ini adalah oknum anggota DPRD Jatim diberikan di awal atau sebagai ijon,” kata Asep.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5139032/original/052519400_1740052175-WhatsApp_Image_2025-02-20_at_18.27.12.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)