Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik korupsi Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, yang menggunakan uang suap dan gratifikasi dari proyek pengadaan barang dan jasa untuk membayar utang kampanye Pilkada 2024. Jumlah dana yang dipakai untuk melunasi pinjaman bank mencapai Rp 5,25 miliar.
Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungky Hadipratikto menyatakan uang hasil korupsi tersebut sebagian besar dialokasikan untuk kebutuhan pribadi Ardito, termasuk penyelesaian utang biaya politik.
“Diduga digunakan untuk pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kebutuhan kampanye pada 2024 sebesar Rp 5,25 miliar,” ujar Mungky dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
Menurut KPK, jumlah uang suap dan gratifikasi yang diterima Ardito sepanjang Februari hingga November 2025 mencapai Rp 5,75 miliar. Selain untuk melunasi utang kampanye, sebagian dana disinyalir dipakai untuk menunjang operasional dirinya sebagai bupati.
“Dana operasional bupati sebesar Rp 500 juta,” jelas Mungky.
Modus korupsi Ardito dilakukan dengan mematok fee proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Tengah sebesar 15-20 persen. Uang tersebut dihimpun dari berbagai rekanan pemerintah daerah yang terlibat dalam proyek pembangunan.
Fee sebesar Rp 5,25 miliar diterima melalui adiknya, Ranu Prasetyo, yang berperan sebagai perantara. Selain itu, Ardito juga mendapatkan Rp 500 juta dari proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Lampung Tengah. Dengan demikian, total penerimaan suap mencapai Rp 5,75 miliar.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan lima tersangka, yakni Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra (RHS), adik bupati Lampung Tengah Ranu Hari Prasetyo (RHP), Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah Anton Wibowo (ANW), dan Direktur PT Elkaka Mandiri Mohamad Lukman Samsuri (MLS).
Mungky menyebut seluruh tersangka akan menjalani penahanan selama 20 hari pertama, mulai 10 hingga 29 Desember 2025. Penahanan dilakukan di dua lokasi berbeda.
“RHS dan MLS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara itu, tersangka AW, RNP, dan ANW ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK,” ungkapnya.
KPK menegaskan penyidikan akan terus berlanjut, termasuk menelusuri aliran uang dan potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus korupsi yang menyeret kepala daerah aktif tersebut.
