Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

KPCDI Soroti Pergantian Obat Transplantasi Ginjal yang Dianggap Membahayakan Nyawa Pasien – Halaman all

KPCDI Soroti Pergantian Obat Transplantasi Ginjal yang Dianggap Membahayakan Nyawa Pasien – Halaman all

​Laporan Gabriela Irvine Dharma

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menyampaikan kekhawatiran terkait kebijakan efisiensi anggaran kesehatan yang berdampak pada pasien transplantasi ginjal.

Salah satu isu utama yang disoroti adalah pergantian obat tacrolimus yang dinilai dapat meningkatkan risiko penolakan organ dan membahayakan pasien pasca-transplantasi.

Tacrolimus adalah obat imunosupresan yang digunakan untuk mencegah penolakan organ setelah transplantasi ginjal atau hati.

Namun, dalam beberapa bulan terakhir, terjadi pergantian merek tacrolimus di berbagai rumah sakit yang menyebabkan variasi kadar obat dalam darah pasien.

Kondisi ini dikhawatirkan bisa meningkatkan risiko penolakan akut dan memperburuk fungsi ginjal yang telah ditransplantasikan.

“Keadaan ini memicu pertanyaan, apakah hal ini terjadi akibat dari efisiensi anggaran yang sedang digaungkan oleh pemerintahan saat ini?” ujar Ketua Umum KPCDI, Tony Richard Samosir saat memperingati Hari Ginjal Sedunia 2025 (World Kidney Day), Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggelar diskusi publik bertajuk “Efisiensi Anggaran Kesehatan:
Transplantasi Ginjal, Sebuah Harapan atau Sekadar Angan?” di Jakarta, Selasa(11/3/2025).

Menurut penelitian ilmiah yang dikutip KPCDI, perubahan merek tacrolimus dapat berdampak negatif pada pasien transplantasi ginjal.

Sebuah studi oleh Arreola-Guerra yang menunjukkan bahwa pergantian obat tacrolimus berkorelasi dengan peningkatan risiko penolakan akut.

Penelitian lain oleh Schwartz juga menemukan bahwa pasien yang mengalami pergantian formulasi tacrolimus menunjukkan variasi kadar obat yang lebih tinggi, yang dapat berdampak pada stabilitas kondisi mereka.

Hal ini berpotensi menambah biaya pemeriksaan laboratorium dan intervensi medis tambahan, yang justru berlawanan dengan tujuan efisiensi anggaran.

Selain itu, seringnya kekosongan stok obat imunosupresan di rumah sakit juga menjadi perhatian serius.

Jika pasien mengalami keterlambatan dalam mendapatkan obat, risiko reaksi imun meningkat, yang bisa berujung pada kegagalan transplantasi ginjal dan kembali menjalani dialisis, suatu kondisi yang justru akan menambah beban biaya kesehatan nasional.

Menanggapi hal ini, KPCDI menegaskan bahwa penghematan anggaran tidak boleh mengorbankan keselamatan pasien, terutama bagi mereka yang bergantung pada obat imunosupresan seumur hidup.

“Tanpa strategi yang komprehensif, pemotongan anggaran justru dapat berujung pada peningkatan beban kesehatan nasional akibat meningkatnya jumlah pasien dengan komplikasi medis yang lebih serius,” tambah Tony.

Sejalan dengan peringatan Hari Ginjal Sedunia 2025, KPCDI mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan efisiensi anggaran pada sektor kesehatan, khususnya dalam ketersediaan obat esensial bagi pasien transplantasi ginjal.

Mereka berharap kebijakan kesehatan yang diambil tetap berfokus pada kesejahteraan pasien dan memastikan keberlanjutan pengobatan yang aman dan efektif sehingga harapan hidup pasien transplantasi ginjal tetap terjaga.

Merangkum Semua Peristiwa