JABAR EKSPRES – Sebuah tragedi terjadi pada 20 Februari 2025, ketika seorang siswa SMK Dharma Pertiwi berinisial MDF (17) meninggal dunia saat ujian praktik pentas seni di sekolahnya. Insiden yang disaksikan oleh sekitar 300 siswa ini memicu perhatian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang menyoroti adanya unsur kekerasan dalam adegan drama yang ditampilkan.
Anggota KPAI, Diyah Puspitarini, menyampaikan rasa duka mendalam atas kejadian tersebut dan menegaskan bahwa insiden ini harus ditangani secara serius agar tidak terulang di masa depan.
“Kami sangat menyesalkan masih adanya adegan yang mengandung unsur kekerasan dalam pertunjukan sekolah. Namun, kami mengapresiasi langkah cepat yang diambil oleh Polres Cimahi untuk menangani kasus ini secara transparan,” ujar Diyah.
Diyah menekankan pentingnya penerapan Undang-Undang Perlindungan Anak, mengingat banyaknya anak-anak yang menjadi saksi mata kejadian tersebut. “Kami sangat sedih dan turut berduka cita, terutama karena korban masih di bawah umur,” tambahnya.
Dalam menanggapi kasus ini, Diyah menjelaskan empat langkah utama yang perlu diambil:
Tanggap cepat dan proses hukum yang segera dilakukan.Pendampingan psikologis bagi anak-anak yang menyaksikan kejadian tersebut.Rehabilitasi sosial bagi anak-anak yang terdampak.Perlindungan hukum yang jelas dan transparan.
Ia juga menegaskan bahwa hak-hak anak, termasuk hak-hak korban yang telah meninggal, harus dipenuhi dengan transparansi penuh.
“Kami berharap agar semua aspek dari kejadian ini dapat diperiksa dengan seksama,” ujarnya.
Diyah juga menyarankan perlunya koordinasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, Dinas Pendidikan, DP3A, dan Dinas Sosial, untuk menangani kasus ini secara komprehensif.
“Kasus seperti ini bukan hanya masalah satu keluarga, tetapi juga masalah daerah dan masa depan bangsa. Satu nyawa anak adalah satu masa depan yang tak ternilai,” tegasnya.
Diyah menambahkan pentingnya pendampingan psikologis untuk keluarga korban dan juga bagi siswa lainnya yang menyaksikan kejadian tragis tersebut. “Kami berharap sekolah dapat memberikan pendampingan bagi sekitar 300 siswa yang menyaksikan kejadian ini secara langsung,” kata Diyah.
Ia mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam mencari solusi dan menyelesaikan kasus ini secara bersama-sama, tanpa saling melemparkan tanggung jawab. “Mari kita bersatu untuk mencari solusi terbaik demi perlindungan anak,” pungkasnya.
