Jakarta –
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan ada siswa SD di Medan yang disuruh belajar di lantai karena menunggak SPP. KPAI menilai tindakan ini diskriminatif.
“Saya kira itu tidak dibenarkan, dan termasuk tindakan diskriminatif. Sekolah swasta kan juga sudah terima dana BOS, alokasinya kan bisa buat bantu anak-anak dari keluarga kurang mampu,” kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono kepada wartawan, Senin (13/1/2025).
Dia lalu mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) setempat untuk bergerak. Aris menyebut tentu masalah ini bisa diselesaikan dengan banyak cara.
“Karena pendidikan dasar di bawah kewenangan pemerintah daerah, maka harus turun menyelesaikan. Banyak skema yang bisa dijalankan untuk membantu hak pendidikan dari keluarga kurang mampu,” katanya.
Duduk Perkara
Sebelumnya, diketahui M (10), siswa kelas 4 di SD swasta di Kota Medan, harus menjalani hukuman dengan duduk di lantai selama dua hari pada 6-7 Januari 2025 saat kegiatan belajar-mengajar. M duduk di lantai mulai pukul 08.00 hingga 13.00 WIB.
M dihukum oleh wali kelasnya, guru berinisial H, karena menunggak SPP selama tiga bulan, yakni Oktober hingga Desember 2024.
“Di hari Rabu, tanggal 6 (Januari) masuk sekolah kan, jadi sekitar 3 hari itu dia memang duduknya di lantai tanpa sepengetahuan saya,” kata Kamelia kepada detikSumut, Jumat (10/1).
Kamelia menyebutkan wali kelas membuat peraturan jika siswa yang belum mengambil rapor tidak boleh mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dia mengatakan belum mengambil rapor karena SPP anaknya selama 3 bulan belum dibayarkan.
Peraturan itu kemudian diketahui dibuat sendiri oleh wali kelas tanpa sepengetahuan kepala sekolah. Kamelia mengaku sudah berkomunikasi dengan wali kelas jika dia belum bisa datang ke sekolah. Dirinya berniat menjual handphone-nya agar bisa melunasi uang sekolah kedua anaknya di sekolah itu.
Sedangkan, anaknya yang lain disebut tidak mendapat perlakuan seperti itu meskipun belum membayar uang sekolah.
“Saya sudah koordinasi hari Selasa-nya, saya bilang ibu izin saya belum bisa datang, itu rencana kemarin saya mau sempat jual HP untuk bayar uang sekolah biar (anak) dapat rapor,” ucapnya.
Kata Pihak Yayasan
Pihak yayasan menjelaskan jika siswa SD swasta di Medan yang dihukum duduk di lantai mendapat bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) sebesar Rp 450 ribu. Selain itu, sekolah juga menggratiskan uang sekolah siswa selama 6 bulan setiap tahunnya.
Ketua yayasan yang menaungi SD swasta itu, Ahmad Parlindungan, mengatakan jika sekolah itu didirikan sebagai amal sosial. Sekolah itu sudah berdiri sejak 1963 dengan status wakaf.
“Sekolah ini adalah sekolah amal sosial membantu masyarakat yang kurang mampu, anak-anak yatim bersekolah di tempat kami sejak tahun 1963 sudah berdiri dan statusnya wakaf,” kata Ahmad Parlindungan di Kantor Ombudsman Perwakilan Sumut, Senin (13/1).
Ahmad menjelaskan jika selama Januari-Juni uang sekolah digratiskan. Sedangkan untuk Juli-Desember dikenakan Rp 60 ribu.
“Kami di sekolah itu memberikan prioritas bantuan anak-anak sekolah 6 bulan gratis, Januari sampai Juni itu gratis. Juli sampai Desember itu dibayar uang sekolahnya dari kelas 4-6 itu Rp 60 ribu,” jelasnya.
(azh/jbr)