Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kompetensi Tak Merata, Pengamat: Pelatihan Guru Era Nadiem Tidak Adil

Kompetensi Tak Merata, Pengamat: Pelatihan Guru Era Nadiem Tidak Adil

Jakarta, Beritasatu.com – Pemerhati pendidikan Doni Koesoema Albertus menilai, penyebab kompetensi tenaga pendidik tidak merata di seluruh wilayah Indonesia adalah lantaran kebijakan pelatihan guru yang tidak adil.

“Pemerintah membuat kebijakan pelatihan guru yang dilatih ya itu-itu saja. Apalagi eranya Mas Nadiem (Nadiem Makarim), mereka yang mendapatkan pelatihan itu adalah dulunya instruktur nasional, guru-guru yang aktif, dan lain-lain,” kata Doni kepada Beritasatu.com, Minggu (17/11/2024).  

Ia melanjutkan, guru-guru di daerah terpencil, guru-guru swasta, bahkan di kota Jakarta saja dalam Kurikulum Merdeka tidak mendapatkan pelatihan.

“Itu artinya apa pemerintah memiliki kebijakan yang tidak adil ketika melakukan pelatihan guru,” kata Doni.

Doni menyoroti, beberapa golongan guru yang kerap mendapat pelatihan adalah guru-guru aktif, seperti kelompok guru penggerak dari sekolah penggerak. Padahal, kata dia, tidak semua sekolah memiliki guru penggerak, dan tidak semua sekolah adalah sekolah penggerak.

“Katanya guru penggerak dan sekolah penggerak untuk transformasi. Faktanya tidak ada transformasi dan penyebaran-penyebaran tidak ada, hanya berguna bagi guru itu sendiri. Kalau guru yang lain diberi pelatihan yang sama dengan kualitas yang sama, hasilnya pasti akan sama,” ungkap Doni.

Terlebih, menurut Doni, anggaran setiap pelatihan guru, seperti guru dan sekolah penggerak, tidak kecil. Padahal, jika didistribusikan dengan baik, akan terdapat banyak guru yang mendapatkan pelatihan kompetensi hingga merata.

“Apalagi dana diberikan begitu besar untuk guru penggerak dan sekolah penggerak. Sementara tidak semua sekolah memiliki guru penggerak, tidak semua sekolah adalah sekolah penggerak, tetapi guru penggerak dan sekolah penggerak diberi dana begitu besar, sehingga itu membuat guru-guru yang lain tidak mendapatkan porsi perhatian,” kata Doni.

Hal ini dirasakan guru-guru di daerah terpencil yang masih belum memiliki sarana pendidikan yang baik, seperti internet. Ia menilai, para guru di daerah terpencil juga membutuhkan dana yang lebih besar dibandingkan guru di kota.

“Apalagi daerah yang terpencil yang tidak ada sarana internet, guru di sana harusnya diprioritaskan untuk pelatihan. Dengan datang ke sana ya memang mahal biaya untuk pelatihan mereka di daerah, tetapi itu harus dilakukan kalau tidak mereka tidak akan bisa mendapatkan kesempatan untuk berlatih, untuk mengembangkan kompetensi guru,” pungkas Doni.