Komisi III Sebut Syarat Penangkapan-Penahanan di KUHAP Baru Lebih Berat

Komisi III Sebut Syarat Penangkapan-Penahanan di KUHAP Baru Lebih Berat

Komisi III Sebut Syarat Penangkapan-Penahanan di KUHAP Baru Lebih Berat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengeklaim, syarat penangkapan dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jauh lebih banyak dan lebih berat dibandingkan dengan KUHAP lama.
Hal ini disampaikan
Habiburokhman
merespons poster di media sosial yang menyatakan bahwa polisi bisa menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah, bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana dengan adanya revisi KUHAP
“Soal
penangkapan
, tadi katanya bisa ditangkap tanpa konfirmasi tindak pidana. Ini mengacu kepada bahwa penyelidik atas perintah penyidik bisa melakukan penangkapan,” kata Habiburokhman dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025).
“Penahanan itu ya, syaratnya ini jauh lebih berat ya, jauh lebih objektif dibandingkan dengan apa yang diatur di KUHAP Orde Baru,” imbuh dia.
Politikus Partai Gerindra lalu menjelaskan,
KUHAP baru
mengatur ada sejumlah syarat yang perlu dipenuhi kepolisian sebelum menangkap dan menahan seseorang.
Pertama, penangkapan harus dilakukan setelah adanya penetapan tersangka.
Penetapan tersangka juga mensyaratkan dua alat bukti.
Sementara, penahanan baru dilakukan apabila tersangka mengabaikan panggilan dua kali berturut-turut; apabila tersangka memberikan informasi yang tidak sesuai fakta; apabila tersangka menghambat proses pemeriksaan; apabila tersangka berupaya melarikan diri, melakukan ulang tindak pidana, menghilangkan alat bukti, dan terancam keselamatannya; atau yang terakhir, apabila mempengaruhi saksi untuk berbohong.
Sedangkan dalam
KUHAP lama
, seseorang bisa ditahan hanya dengan tiga syarat, yakni apabila tersangka dikhawatirkan melakukan diri, menghilangkan alat bukti, dan mengulangi tindak pidana.
Ketiga unsur itu dapat terpenuhi dengan subjektivitas penyidik.
“Nah, kalau di KUHAP baru, ini sangat objektif, sangat bisa dinilai, gitu lho,” bebernya.
Tak hanya itu, ia juga menjelaskan pernyataan yang beredar di media sosial terkait kesewenang-wenangan polisi dalam KUHAP, termasuk melakukan penyadapan, membekukan tabungan, hingga mengambil alat komunikasi bahkan ketika tidak berstatus tersangka, adalah tidak benar.
Ia menjelaskan bahwa seluruh aktivitas itu tetap harus mendapat izin dari pengadilan.
Sedangkan untuk penyadapan, peraturannya akan terpisah dalam rancangan UU lain, yang akan dibahas setelah revisi KUHAP disahkan menjadi undang-undang.
“Jadi belum ada (aturan itu). Penyadapan itu memang ada hak bebas menyadap, tapi pelaksanaan dan pengaturannya akan diatur dengan Undang-Undang tersendiri soal penyadapan yang akan dibahas kalau KUHAP-nya nanti disahkan,” jelasnya.
Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan revisi KUHAP menjadi undang-undang dalam rapat paripurna pada Selasa hari ini.
Pengesahan dilakukan setelah sebelumnya pada Kamis (13/11/2025), Komisi III DPR RI dan pemerintah telah resmi menyepakati seluruh substansi perubahan
RKUHAP
.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Fitur Apresiasi Spesial dari pembaca untuk berkontribusi langsung untuk Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
melalui donasi.
Pesan apresiasi dari kamu akan dipublikasikan di dalam kolom komentar bersama jumlah donasi atas nama
akun kamu.