Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan

Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan

Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) menyatakan bahwa ada hal yang lebih penting untuk dilakukan pemerintah dibanding menyematkan gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto.
Misalnya, memenuhi hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang merupakan dampak dari keputusan dan kebijakan Soeharto.
“Saya rasa, lebih penting untuk mengedepankan keadilan bagi korban ketimbang memberikan secara simbolis gelar pahlawan untuk Soeharto,” ujar Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sekaligus anggota GEMAS, Andrie Yunus, saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Andrie mengatakan, sejak awal,
koalisi masyarakat sipil
telah memberikan catatan dan menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
“Sebelumnya, kami telah mengirimkan surat terbuka kepada Kementerian Kebudayaan dan kepada Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Tanda Gelar dan Jasa. Termasuk juga, bahkan sejak namanya muncul di Kementerian Sosial, kami sudah tekankan bahwa Soeharto tidak layak diberikan gelar pahlawan,” tegas Andrie.
Ia menjelaskan, berdasarkan catatan Komnas HAM, terdapat sembilan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kategori berat yang hingga kini tidak jelas kasusnya.
Para korban dalam peristiwa tersebut belum mendapatkan keadilan.
Selain itu, koalisi sipil juga menyoroti periode kepemimpinan Soeharto yang membuat militer masuk ke ranah-ranah di luar dinasnya, baik politik, bisnis, hingga jabatan-jabatan di sektor sipil.
“Soeharto telah merusak profesionalisme tentara, dan hingga kini bahkan sempat terasa pasca undang-undang baru disahkan. Karena itu, kami menilai Soeharto telah merusak profesionalisme tentara dan tidak layak menjadi pahlawan,” kata Andrie lagi.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon, pada Selasa (21/10/2025).
Dari 40 nama tersebut, terdapat tiga tokoh yang menarik perhatian publik, yakni Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
Masuknya nama Soeharto dalam daftar usulan memunculkan perdebatan di masyarakat.
Sejumlah pihak menilai bahwa pemerintah perlu berhati-hati menimbang usulan itu karena masih ada persoalan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan dari masa pemerintahannya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.