Koalisi Sipil Kritik Revisi KUHAP Tak Alami Perubahan Signifikan, Khususnya Mekanisme Penangkapan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP menilai Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang akan segera disahkan DPR RI tidak mengalami perubahan signifikan.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
Iftitahsari
menjelaskan, hasil revisi tersebut masih menyisakan banyak persoalan mendasar, terutama terkait mekanisme
penangkapan dan penahanan
.
Bahkan, selama dua hari pembahasan terakhir antara pemerintah dan DPR, hampir tidak ada perbaikan berarti dibandingkan draf
RUU KUHAP
resmi yang dipublikasikan sejak beberapa bulan lalu.
“Ya, sebetulnya dari 2 hari proses pembahasan kemarin memang tidak ada perubahan signifikan, dari yang kita suarakan dari bulan Juli yang lalu,” ujar Iftitahsari dalam konferensi pers, Minggu (16/11/2025).
Dia mengingatkan, substansi revisi KUHAP seharusnya menjawab masalah-masalah utama dalam praktik penegakan hukum.
Misalnya, terkait penangkapan dan penahanan yang selama ini rawan penyalahgunaan.
“Jadi dari draft Juli dan kemudian kita melihat apa yang berubah di 2 hari itu, sebetulnya itu tidak menjawab masalah-masalah kami utamanya yang paling utama sebetulnya soal penangkapan dan penahanan,” ujarnya.
Iftitahsari pun menyinggung aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025 lalu, yang masih menunjukkan persoalan dalam praktik penangkapan dan penahanan yang dinilai serampangan.
“Kemarin di demo Agustus kan itu sangat
clear
bagaimana proses penangkapan dan penahanan itu sangat serampangan dan itu polisi, penyidik tidak punya kontrol dan itu kita harap bisa diselesaikan melalui draft RUU KUHAP ini,” ucapnya.
“Tapi sayangnya dalam beberapa bulan dari Juli sampai kemarin November itu juga sama sekali tidak dibahas, dalam 2 hari pembahasan memang super singkat,” sambungnya.
Iftitahsari menilai, DPR dan pemerintah justru hanya membahas isu-isu teknis dan superfisial tanpa dasar yang jelas dalam memilih poin-poin revisi yang dibahas.
“Kita tidak tahu juga
filtering
dari poin-poin yang dibahas di 2 hari itu dasarnya apa dan kenapa itu dipilih, nah itu kita tidak tahu,” jelas Iftitahsari.
Akibat hasil pembahasan tersebut, lanjut Iftitahsari, mekanisme
check and balances
dalam penangkapan dan penahanan tidak berubah sejak KUHAP diberlakukan sekitar 40 tahun lalu.
“Padahal yang paling krusial sebetulnya di masalah penangkapan-penahanan itulah yang seharusnya kita berubah dari 40 tahun, soal penangkapan dan penahanan yang harus dibawa ke hakim,” ucapnya.
“Jadi itu yang kita harap paling penting yang harus berubah, harusnya, tapi sayangnya itu tidak berubah,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana kembali menegaskan tuntutan koalisi agar pemerintah dan DPR menarik draf revisi KUHAP dari agenda paripurna.
“Pertama, kami mendesak kepada Presiden untuk menarik draft RUU KUHAP agar tidak dilanjutkan dalam pembahasan tingkat dua sidang paripurna DPR RI,” ujar Arif.
Dia juga meminta DPR membuka seluruh draf dan hasil pembahasan resmi, termasuk hasil Panja per 13 November 2025.
Selain itu, koalisi mendesak pemerintah dan DPR merombak substansi revisi KUHAP dan membahas ulang arah konsep perubahan untuk memperkuat
judicial scrutiny
serta mekanisme
check and balances
.
“Kami mendesak pemerintah dan DPR RI merombak substansi draft RUU KUHAP per 13 November 2025, dan membahas ulang arah konsep perubahan RUU KUHAP,” kata Arif.
Koalisi juga meminta pemerintah dan DPR tidak menggunakan alasan menyesatkan publik untuk memburu-buru pengesahan revisi KUHAP.
Sebelumnya diberitakan, pembahasan revisi KUHAP di DPR telah memasuki tahap akhir.
Komisi III DPR RI dan pemerintah sepakat membawa RUU KUHAP ke pembicaraan tingkat II atau rapat paripurna.
Kesepakatan itu diambil dalam rapat pleno Komisi III dan pemerintah pada Kamis (13/11/2025) di Kompleks Parlemen, Jakarta.
“Hadirin yang kami hormati. Kami meminta persetujuan kepada anggota Komisi III dan pemerintah. Apakah naskah rancangan UU KUHAP dapat dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat 2…? Setuju?” kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.
Seluruh peserta rapat menyatakan setuju sebelum Habiburokhman mengetuk palu.
Ia memastikan paripurna akan digelar pekan depan.
“Ya, minggu depan, (paripurna) yang terdekat ya,” ujarnya.
Rapat tersebut dihadiri Mensesneg Prasetyo Hadi, Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto, dan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej.
Habiburokhman mengatakan revisi KUHAP mendesak dilakukan untuk menjawab tantangan sistem peradilan pidana modern, termasuk tuntutan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan kelompok rentan, mulai dari tersangka, korban, perempuan, hingga penyandang disabilitas.
“RUU KUHAP harus memastikan setiap individu yang terlibat, baik sebagai tersangka maupun korban, tetap mendapatkan perlakuan yang adil dan setara,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan permohonan maaf karena tidak seluruh masukan masyarakat dapat diakomodasi.
“Tentu kami mohon maaf bahwa tidak bisa semua masukan dari semua orang kami akomodasi di sini… Inilah realitas parlemen, kita harus saling berkompromi,” kata Habiburokhman.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Koalisi Sipil Kritik Revisi KUHAP Tak Alami Perubahan Signifikan, Khususnya Mekanisme Penangkapan
/data/photo/2025/11/13/691571d2466dd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)