Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kisah Petani Lada Asal Purbalingga yang Berhasil Menembus Pasar Global

Kisah Petani Lada Asal Purbalingga yang Berhasil Menembus Pasar Global

Purbalingga: Ketekunan dan kerja keras Yogi Dwi Sungkowo menjadi bukti nyata hasil bumi Indonesia dapat bersaing di kancah internasional. Berkat dedikasinya serta dukungan dari program Upland Kementerian Pertanian (Kementan), petani asal Purbalingga, Jawa Tengah, itu berhasil membawa produk lokal lada ke pasar global.

Berawal pada 2016, Yogi bersama kelompok taninya di Purbalingga memulai perjalanan mereka sebagai produsen benih lada. Dengan benih berkualitas yang telah diakui oleh Kementan, kelompok tani ini menjadi sumber utama benih lada untuk beberapa wilayah di Jawa Tengah dan beberapa provinsi lainnya.  

Kala itu, Yogi dan kelompok taninya melakukan aktivitas pertanian secara sederhana, tetapi sudah memiliki dampak besar, dengan distribusi yang meluas hingga ke Kecamatan Jobong, Pengadegan, dan Putasari di Purbalingga.

“Awalnya, kami hanya fokus pada produksi benih. Namun, kami menyadari bahwa potensi lada tidak hanya berhenti di situ,” ujar Yogi dikutip Senin, 9 Desember 2024. 

Melihat potensi lada, Yogi memutuskan untuk memperluas usahanya ke perdagangan lada putih di tahun yang sama. Dengan segala keterbatasan, ia mulai mengumpulkan lada dari petani lokal, mengemasnya secara sederhana, dan memasarkannya ke pembeli, termasuk ke pasar Jakarta. 

Saat itu, jumlahnya masih kecil, sekitar 15-20 ton per musim. Namun, langkah ini menjadi awal bagi Yogi untuk melihat potensi besar lada di pasar lokal dan nasional.

Pada 2021, Yogi bergabung dengan Upland Project, sebuah program yang memberikan pembinaan dan dukungan mulai dari hulu hingga hilir kepada petani. Kehadiran Upland disebut membawa perubahan signifikan dari berbagai aspek.
 

Melalui program ini, Yogi bersama kelompok tani mendapatkan pelatihan praktik budidaya yang baik hingga pendampingan dalam pengelolaan pascapanen. Kelompok tani bahkan berani mengambil langkah besar dengan memastikan produk lada dapat dijual ke luar negeri. 

“Petani yang awalnya hanya melakukan budidaya tradisional mulai memahami pentingnya SOP. Ini meningkatkan hasil panen dan kualitas produk secara signifikan,” ungkap Yogi.

Selain mengubah cara padang para petani dalam produk yang berkualitas, program ini memberikan petani akses terhadap alat-alat modern. Seperti mesin perontok, seed cleaner, dan alat pengering, yang membantu mereka menghasilkan produk dengan standar kualitas yang lebih tinggi.

Tidak berhenti, Yogi dan kelompok taninya mulai melakukan diversifikasi produk. Dari sekadar menjual lada putih mentah, mereka kini memproduksi lada bubuk dalam berbagai kemasan, seperti saset, botol plastik. Namun, perjalanan itu tidak tanpa tantangan. 

“Kami sempat terkendala hak merek dagang dan harus mendesain ulang kemasan produk kami. Tapi, kami tetap berkomitmen menjaga kualitas karena produk berkualitas pasti akan diterima pasar,” jelasnya.

Salah satu pencapaian terbesar Yogi bersama kelompok tani binaan Upland ialah membawa produk lada ke pasar internasional. Berkat dukungan Upland, produk kelompok taninya diperkenalkan dalam berbagai pameran nasional dan internasional, seperti di Belanda dan Turki.

“Upland memfasilitasi kami dengan promosi dan membawa produk kami ke acara-acara besar. Tanpa dukungan ini, mustahil bagi kami, petani desa, untuk bisa dikenal di luar negeri,” ujar Yogi.

Yogi tetap menjadikan kualitas sebagai prioritas utama. Dia yakin dengan menjaga kualitas terbaik pasar tidak akan berbindah ke produk lain. 

“Kami berkomitmen menjaga mutu produk. Produk yang berkualitas pasti akan diterima pasar. Sekali kami bermain-main dengan kualitas, pelanggan akan meninggalkan kami,” tegasnya.

Dengan bahan baku yang melimpah dan tekad yang kuat, Yogi yakin bahwa produk lada dari Purbalingga tidak hanya mampu bersaing di pasar domestik tetapi juga memiliki tempat di pasar global.

Purbalingga: Ketekunan dan kerja keras Yogi Dwi Sungkowo menjadi bukti nyata hasil bumi Indonesia dapat bersaing di kancah internasional. Berkat dedikasinya serta dukungan dari program Upland Kementerian Pertanian (Kementan), petani asal Purbalingga, Jawa Tengah, itu berhasil membawa produk lokal lada ke pasar global.
 
Berawal pada 2016, Yogi bersama kelompok taninya di Purbalingga memulai perjalanan mereka sebagai produsen benih lada. Dengan benih berkualitas yang telah diakui oleh Kementan, kelompok tani ini menjadi sumber utama benih lada untuk beberapa wilayah di Jawa Tengah dan beberapa provinsi lainnya.  
 
Kala itu, Yogi dan kelompok taninya melakukan aktivitas pertanian secara sederhana, tetapi sudah memiliki dampak besar, dengan distribusi yang meluas hingga ke Kecamatan Jobong, Pengadegan, dan Putasari di Purbalingga.
“Awalnya, kami hanya fokus pada produksi benih. Namun, kami menyadari bahwa potensi lada tidak hanya berhenti di situ,” ujar Yogi dikutip Senin, 9 Desember 2024. 
 
Melihat potensi lada, Yogi memutuskan untuk memperluas usahanya ke perdagangan lada putih di tahun yang sama. Dengan segala keterbatasan, ia mulai mengumpulkan lada dari petani lokal, mengemasnya secara sederhana, dan memasarkannya ke pembeli, termasuk ke pasar Jakarta. 
 
Saat itu, jumlahnya masih kecil, sekitar 15-20 ton per musim. Namun, langkah ini menjadi awal bagi Yogi untuk melihat potensi besar lada di pasar lokal dan nasional.
 
Pada 2021, Yogi bergabung dengan Upland Project, sebuah program yang memberikan pembinaan dan dukungan mulai dari hulu hingga hilir kepada petani. Kehadiran Upland disebut membawa perubahan signifikan dari berbagai aspek.
 

Melalui program ini, Yogi bersama kelompok tani mendapatkan pelatihan praktik budidaya yang baik hingga pendampingan dalam pengelolaan pascapanen. Kelompok tani bahkan berani mengambil langkah besar dengan memastikan produk lada dapat dijual ke luar negeri. 
 
“Petani yang awalnya hanya melakukan budidaya tradisional mulai memahami pentingnya SOP. Ini meningkatkan hasil panen dan kualitas produk secara signifikan,” ungkap Yogi.
 
Selain mengubah cara padang para petani dalam produk yang berkualitas, program ini memberikan petani akses terhadap alat-alat modern. Seperti mesin perontok, seed cleaner, dan alat pengering, yang membantu mereka menghasilkan produk dengan standar kualitas yang lebih tinggi.
 
Tidak berhenti, Yogi dan kelompok taninya mulai melakukan diversifikasi produk. Dari sekadar menjual lada putih mentah, mereka kini memproduksi lada bubuk dalam berbagai kemasan, seperti saset, botol plastik. Namun, perjalanan itu tidak tanpa tantangan. 
 
“Kami sempat terkendala hak merek dagang dan harus mendesain ulang kemasan produk kami. Tapi, kami tetap berkomitmen menjaga kualitas karena produk berkualitas pasti akan diterima pasar,” jelasnya.
 
Salah satu pencapaian terbesar Yogi bersama kelompok tani binaan Upland ialah membawa produk lada ke pasar internasional. Berkat dukungan Upland, produk kelompok taninya diperkenalkan dalam berbagai pameran nasional dan internasional, seperti di Belanda dan Turki.
 
“Upland memfasilitasi kami dengan promosi dan membawa produk kami ke acara-acara besar. Tanpa dukungan ini, mustahil bagi kami, petani desa, untuk bisa dikenal di luar negeri,” ujar Yogi.
 
Yogi tetap menjadikan kualitas sebagai prioritas utama. Dia yakin dengan menjaga kualitas terbaik pasar tidak akan berbindah ke produk lain. 
 
“Kami berkomitmen menjaga mutu produk. Produk yang berkualitas pasti akan diterima pasar. Sekali kami bermain-main dengan kualitas, pelanggan akan meninggalkan kami,” tegasnya.
 
Dengan bahan baku yang melimpah dan tekad yang kuat, Yogi yakin bahwa produk lada dari Purbalingga tidak hanya mampu bersaing di pasar domestik tetapi juga memiliki tempat di pasar global.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

(AGA)