Bandung (beritajatim.com) – Hikmat Firdaus, seorang instruktur Shiatsu di Sentra Wyata Guna Bandung menceritakan kisah hidupnya yang sangat pahit ketika kehilangan penglihatannya.
Bagaimana tidak, saat berusia muda, Hikmat harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan penglihatannya setelah operasi meningitis.
Hikmat Firdaus semula tidak menyangka, efek samping setelah operasi meningitis membuat penglihatannya terganggu.
Hikmat kehilangan penghilangan total di mata kiri dan 5-10 persen penglihatan di mata kanan.
Kebahagiaan masa remajanya terenggut. Pendidikan yang tengah ia jalani di sebuah kampus ternama di Kota Bandung terpaksa dihentikan.
Namun, hilangnya penglihatan di mata kiri dan terbatasnya penglihatan di mata kanan menjadi titik balik yang membawa perubahan besar dalam hidupnya.
Pada awalnya, Hikmat menolak disebut netra karena masih memiliki harapan untuk bisa pulih. Namun, setelah mencoba berbagai pengobatan alternatif tanpa hasil, ia mulai menerima keadaannya.
Dengan segala keterbatasannya itu, Ia pun tidak ingin berdiam diri. Berbekal informasi dari temannya, Hikmat mendaftar ke pelatihan pijat shiatsu bagi disabilitas sensorik netra di Sentra Wyata Guna Bandung.
Di sana, ia tidak hanya belajar keterampilan pijat, tetapi juga manajemen dan pengelolaan terapis serta pasien.
Pelatihan yang dilaluinya di Sentra Wyata Guna Bandung terbukti menjadi kunci perubahan dalam hidup Hikmat. Pada tahun 2006, ia memulai usahanya sendiri dengan mendirikan Pijat Shiatsu “Paradise” di Cimahi.
“Saya percaya, ketika satu pintu rezeki ditutup, Allah bukakan pintu-pintu rezeki lainnya,” begitu kata Hikmat Firdaus untuk menerima kondisinya waktu itu sehingga dirinya bangkit.
Selama 18 tahun berikutnya, usaha pijatnya berkembang pesat, tidak hanya memberi keuntungan bagi Hikmat dan keluarganya, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi sembilan terapis lainnya yang juga penyandang disabilitas sensorik netra.
Mantan mahasiswa Teknik Kimia ini mengungkapkan bahwa setiap bulan, usahanya menerima sekitar 600 sampai 700 pasien dengan tarif Rp50.000 per pasien, menghasilkan omzet sekitar Rp20 juta hingga Rp22 juta per bulan.
Setiap terapis bisa menangani 60 pasien per bulan, dengan penghasilan bersih sekitar Rp3 juta hingga Rp4 juta. Belum termasuk tip, yang kadang menjadi tambahan yang signifikan.
Meskipun usahanya berkembang, Hikmat tidak lupa untuk berbagi ilmu dan memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas sensorik netra lainnya.
Ia membuka pelatihan pijat shiatsu baik melalui Sentra Wyata Guna maupun secara personal. Dengan demikian, ia berharap lebih banyak teman-teman sensorik netra yang bisa memiliki keterampilan, mendapatkan pekerjaan, dan mandiri secara ekonomi di tengah persaingan kerja yang semakin sulit. [ian]