Jakarta: Margono Djojohadikusumo, kakek dari Presiden Prabowo Subianto, memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada Agresi Militer Belanda II tahun 1948, Margono berinisiatif menyelamatkan aset emas milik Bank Negara Indonesia (BNI) yang menjadi salah satu penopang diplomasi dan logistik Indonesia saat itu.
Berkat upayanya, emas seberat tujuh ton berhasil diamankan dan dijual di Macau, di mana hasilnya dialokasikan untuk memperkuat perjuangan Indonesia menghadapi Belanda.
“Keterlibatan Margono dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah ketika Margono menyelamatkan aset BNI berupa emas seberat tujuh ton saat Belanda melancarkan Agresi Militer II pada tahun 1948,” demikian dalam situs resmi Kemdikbud yang ditulis Handoko dan dikutip, Minggu 10 November 2024.
Baca juga: Bertemu Xi Jinping, Prabowo Singgung Hubungan RI-Tiongkok yang Terjalin Berabad-abad
Perjuangan ini tidak hanya dilakukan di bidang ekonomi, tetapi juga menjadi bagian dari langkah strategis dalam mempertahankan kemerdekaan. Margono yang menjabat sebagai direktur BNI saat itu, juga bertugas mengelola kebutuhan pangan nasional dan berbagai keperluan diplomasi yang sangat penting di masa genting ini.
Selain dana untuk membeli persediaan pangan bagi rakyat, hasil penjualan emas tersebut digunakan dalam upaya diplomasi dan pembiayaan kebutuhan pertahanan Indonesia.
Ketika Perdana Menteri Sutan Sjahrir menjalankan diplomasi, Margono pun turut berkontribusi dengan mengirimkan bantuan pangan berupa beras ke India, yang menunjukkan upaya kolektif bangsa dalam mendapatkan dukungan internasional.
Peran besar Margono tak berhenti sampai di situ. Ia terus mengabdi demi Indonesia hingga era pengakuan kedaulatan melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949. Setelah KMB, Margono juga berfokus pada pengembangan pendidikan bangsa dengan mendirikan Yayasan Hatta pada tahun 1950, sebuah yayasan yang berkomitmen meningkatkan kecerdasan generasi penerus bangsa.
“Peran Margono masih berlanjut hingga Indonesia mencapai pengakuan secara de facto maupun de jure setelah dilakukannya perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB),” demikian dalam laporan yang sama.
Dedikasi ini terus berlanjut hingga akhir hayatnya pada 25 Juli 1978, di mana Margono dimakamkan di pemakaman keluarga di Dawuhan, Banyumas, Jawa Tengah. Warisan perjuangan Margono bagi bangsa Indonesia tidak hanya dalam wujud fisik, seperti emas yang diselamatkannya, namun juga melalui nilai-nilai dedikasi dan nasionalisme yang terus diingat hingga saat ini.
Jakarta: Margono Djojohadikusumo, kakek dari Presiden Prabowo Subianto, memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada Agresi Militer Belanda II tahun 1948, Margono berinisiatif menyelamatkan aset emas milik Bank Negara Indonesia (BNI) yang menjadi salah satu penopang diplomasi dan logistik Indonesia saat itu.
Berkat upayanya, emas seberat tujuh ton berhasil diamankan dan dijual di Macau, di mana hasilnya dialokasikan untuk memperkuat perjuangan Indonesia menghadapi Belanda.
“Keterlibatan Margono dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah ketika Margono menyelamatkan aset BNI berupa emas seberat tujuh ton saat Belanda melancarkan Agresi Militer II pada tahun 1948,” demikian dalam situs resmi Kemdikbud yang ditulis Handoko dan dikutip, Minggu 10 November 2024.
Baca juga: Bertemu Xi Jinping, Prabowo Singgung Hubungan RI-Tiongkok yang Terjalin Berabad-abad
Perjuangan ini tidak hanya dilakukan di bidang ekonomi, tetapi juga menjadi bagian dari langkah strategis dalam mempertahankan kemerdekaan. Margono yang menjabat sebagai direktur BNI saat itu, juga bertugas mengelola kebutuhan pangan nasional dan berbagai keperluan diplomasi yang sangat penting di masa genting ini.
Selain dana untuk membeli persediaan pangan bagi rakyat, hasil penjualan emas tersebut digunakan dalam upaya diplomasi dan pembiayaan kebutuhan pertahanan Indonesia.
Ketika Perdana Menteri Sutan Sjahrir menjalankan diplomasi, Margono pun turut berkontribusi dengan mengirimkan bantuan pangan berupa beras ke India, yang menunjukkan upaya kolektif bangsa dalam mendapatkan dukungan internasional.
Peran besar Margono tak berhenti sampai di situ. Ia terus mengabdi demi Indonesia hingga era pengakuan kedaulatan melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949. Setelah KMB, Margono juga berfokus pada pengembangan pendidikan bangsa dengan mendirikan Yayasan Hatta pada tahun 1950, sebuah yayasan yang berkomitmen meningkatkan kecerdasan generasi penerus bangsa.
“Peran Margono masih berlanjut hingga Indonesia mencapai pengakuan secara de facto maupun de jure setelah dilakukannya perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB),” demikian dalam laporan yang sama.
Dedikasi ini terus berlanjut hingga akhir hayatnya pada 25 Juli 1978, di mana Margono dimakamkan di pemakaman keluarga di Dawuhan, Banyumas, Jawa Tengah. Warisan perjuangan Margono bagi bangsa Indonesia tidak hanya dalam wujud fisik, seperti emas yang diselamatkannya, namun juga melalui nilai-nilai dedikasi dan nasionalisme yang terus diingat hingga saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(DHI)