Sebaliknya, Jubir Kedubes Amerika di Indonesia saat itu, Stanley Harsha meyakini, pihaknya tak melakukan pelanggaran apapun. Bahkan, mereka merasa telah memberikan informasi terlebih dahulu. Namun TNI merasa belum menerima hal itu.
Akhirnya, secara resmi pemerintah Indonesia memanggil Duta Besar Amerika untuk Indonesia Ralph L Boyce saat itu. Hasilnya, Amerika berjanji tak akan melakukan hal serupa sebelum mendapatkan izin resmi.
Kisah heroik ini menjadi salah satu perjalanan mendiang Marsma TNI Fajar Adrianto. Sosok yang dikenang periang itu meninggalkan jejak manis untuk TNI AU, bahkan sejarah untuk Indonesia, negara yang dicintainya.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsma I Nyoman Suadnyana mengungkapkan sosok Fajar. Dia menyebut, Fajar memiliki dedikasi tinggi dan menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah TNI AU.
“(Marsma TNI Fajar Adrianto) pernah terlibat dalam peristiwa udara dengan pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat di langit Bawean tahun 2003,” jelas I Nyoman Suadnyana melalui keterangan tertulis.
Fajar merupakan lulusan AAU 1992 dan penerbang tempur F-16 dengan call sign ‘Red Wolf’. Dalam kariernya, Fajar pernah mengemban berbagai jabatan strategis, antara lain Komandan Skadron Udara 3, Danlanud Manuhua, Kadispenau, Kapuspotdirga, Aspotdirga Kaskoopsudnas, dan terakhir Kapoksahli Kodiklatau.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4909274/original/007743000_1722815560-Ukraina_Siap_Kerahkan_Jet_Tempur_F-16_Melawan_Rusia-AP__4_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)