Jakarta, CNBC Indonesia – Istilah robotaxi jadi salah satu yang sering disebut tahun ini. Kendaraan taksi tanpa sopir itu mulai banyak terlihat di jalanan dan jadi pemandangan yang normal di beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS) dan China.
Banyak perusahaan yang menguji coba atau bahkan sudah mulai merilis ke publik taksi tanpa pengemudi miliknya sendiri.
Kekhawatiran soal keselamatan kendaraan self driving (SDV) memang masih ada. Sebuah survei awal tahun ini menyebutkan 68% masyarakat Amerika Serikat (AS) masih menyinggung soal keselamatan terkait robotaxi.
Meski begitu, masih banyak juga yang percaya hal itu bisa diatasi. Bahkan Survei menemukan lebih dari setengah responden menilai robotaxi lebih aman ketimbang pengemudi manusia, dikutip dari Digital Trends, Senin (23/12/2024).
Memang belum banyak perusahaan yang bisa meyakinkan regulator soal keamanan taksinya. Sejauh ini baru Waymo milik Alphabet, yang juga induk perusahaan Google, yang bisa melakukannya.
Ketakutan masyarakat soal keamanan mobil tanpa supir punya dasar yang kuat. Sejumlah merek mobil otonom diketahui menghadapi kecelakaan fatal, bahkan menyebabkan korban tewas.
Salah satunya Cruise menghadapi nasib yang berbeda. Uji coba yang dilakukan tahun lalu dihentikan setelah kendaraan tanpa supirnya menabrak pejalan kaki, hingga menyebabkan tewas.
Masa depan Cruise juga terancam, setelah General Motors yang sebelumnya mendukung perusahaan mengumumkan akan menghentikan pendanaan sama sekali kepada merek tersebut.
Tesla juga harus menghadapi penyelidikan karena tiga tabrakan dan kecelakaan fatal di masa lalu. Regulator setempat menyelidiki 2,4 juta unit kendaraan dengan software self driving.
Namun di tengah penyelidikan itu, Tesla yang dimiliki miliarder Elon Musk masih terus mengembangkan robotaxi. Cybercab diharapkan bisa meluncur sebagai layanan mulai tahun depan.
(fab/fab)