KHI 2025 Hari Kedua: Perhumas Sebut Gen Z Arsitek Komunikasi, Ajak Lawan Budaya Clickbait

KHI 2025 Hari Kedua: Perhumas Sebut Gen Z Arsitek Komunikasi, Ajak Lawan Budaya Clickbait

Surabaya (beritajatim.com) – Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) menyoroti peran vital generasi muda sebagai arsitek masa depan komunikasi dalam agenda hari kedua Konvensi Humas Indonesia (KHI) 2025 yang digelar di Surabaya, Minggu (14/12/2025). Melalui forum Pertemuan Humas Muda (Pemuda), Perhumas mendorong praktisi muda dan mahasiswa untuk tidak sekadar menjadi penerus, melainkan game changer yang berani melawan dominasi narasi negatif di ruang digital.

Ketua Umum Perhumas, Boy Kelana Soebroto, menegaskan bahwa lanskap komunikasi yang berkembang pesat membutuhkan perspektif segar namun tetap berpegang pada nilai kebangsaan. Forum ini dirancang khusus sebagai ruang dialog reflektif untuk mengasah kepemimpinan narasi generasi penerus.

“Generasi muda bukan hanya menjadi penerus, tetapi juga aktor utama yang berperan sebagai arsitek masa depan komunikasi Indonesia. Di tengah tantangan dan peluang dunia komunikasi yang terus berkembang, merekalah penggerak utama perubahan sekaligus penjaga nilai komunikasi kebangsaan di ruang digital,” ujar Boy Kelana di hadapan ratusan peserta yang terdiri dari praktisi muda, akademisi, hingga mahasiswa.

Salah satu sorotan utama dalam diskusi lintas sektor ini adalah isu kesehatan ruang digital yang kini dipenuhi sensasi. CEO Good News From Indonesia (GNFI), Wahyu Aji, mengkritisi fenomena media yang lebih mengejar sisi emosional audiens ketimbang substansi, sehingga memicu pesimisme publik.

“Pesimisme itu lahir bukan karena tidak ada hal baik di Indonesia, tetapi karena ruang publik lebih banyak dipenuhi narasi negatif. Budaya ‘bad news is good news’ membuat sesuatu yang biasa menjadi luar biasa lewat clickbait, karena yang dikejar bukan lagi demografi, melainkan psikografi dan emosi audiens,” tegas Wahyu Aji.

Senada dengan Aji, praktisi komunikasi profesional Stefanny Imelda mengingatkan bahwa di tengah gempuran teknologi, etika tetap menjadi mata uang utama. Menurutnya, kemampuan mendengar sama pentingnya dengan kemampuan menyampaikan pesan.

“Komunikasi bukan hanya soal menyampaikan pesan, tetapi juga memahami dan mendengarkan. Di era digital, struktur, etika, dan empati menjadi fondasi agar komunikasi dapat dipercaya dan diikuti,” jelas Stefanny.

Agenda hari kedua ini juga menekankan pentingnya komunikasi yang inklusif dan partisipatif dengan menghadirkan perspektif beragam, termasuk dari mahasiswa tunanetra Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Zelda Maharani dan Mohammad Hilbram, serta wawasan strategis dari Director of Strategic Partnership IPB University Dr. Alfian Helmi, dan Tenaga Ahli Komdigi Anton Motulz.

Sebagai wujud komitmen nyata dalam mencetak talenta unggul, Perhumas juga menyelenggarakan PEMUDA Awards 2025. Ajang penghargaan ini menjadi langkah strategis untuk menyiapkan generasi muda yang memahami peran vital humas dalam membangun kepercayaan publik serta mampu menjawab tantangan isu secara bertanggung jawab. [beq]