Ketua PBNU Dukung Usulan Natalius Pigai soal RUU Kebebasan Beragama
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rumadi Ahmad mendukung usulan Menteri Hak Asasi dan Manusia (HAM) Natalius Pigai yang menyuarakan pentingnya pemerintah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan.
“Menteri Hak Asasi Manusia, beberapa waktu yang lalu misalnya, Menteri Natalius Pigai misalnya pernah melontarkan wacana untuk melakukan pentingnya untuk menyusun RUU Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, barangkali bisa direspons dan kemudian dibicarakan,” kata Rumadi dalam konferensi pers di Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Ide Natalius Pigai, menurut Rumadi, sebagai respons terhadap maraknya tindakan intoleransi yang belakangan terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.
Rumadi juga menyoroti regulasi soal pendirian rumah ibadah yang dinilai masih membuka celah terjadinya tindakan intoleran.
Ia menyarankan agar pemerintah meninjau ulang Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006.
Menurutnya, kasus-kasus penolakan atau gangguan terhadap kegiatan doa dan ibadah yang terjadi di beberapa daerah tidak boleh dianggap sebagai hal biasa.
“Pernyataan seperti ini sangat diperlukan untuk menghadang persepsi bahwa intoleransi, sikap untuk
ngerecokin
cara beragamanya orang lain itu dianggap sebagai sesuatu yang normal,” ujarnya.
Rumadi mengatakan, Indonesia selama ini dipandang sebagai negara dengan wajah toleransi dan moderasi beragama yang kuat di mata internasional.
Citra itu, menurut dia, menjadi modal penting dalam diplomasi global Indonesia.
Namun ia mengingatkan, jika anomali dalam bentuk intoleransi terus dibiarkan, maka kepercayaan dunia terhadap Indonesia sebagai negara yang damai dan terbuka bisa tergerus.
“Jadi peristiwa-peristiwa intoleransi itu kalau kita biarkan, lama-lama itu juga bisa mengganggu pilar-pilar kebangsaan kita,” nilai Rumadi.
Ia mengakui bahwa berdasarkan sejumlah kajian, tren kasus intoleransi sempat menurun hingga tahun 2024.
Namun belakangan, insiden seperti yang terjadi di Sukabumi, Padang, dan sejumlah daerah lain kembali mencuat.
Rumadi menekankan pentingnya melihat fenomena intoleransi secara lebih dalam, bukan hanya dari permukaannya.
“Mungkin ke depan kita juga perlu memikirkan bahwa setiap fenomena-fenomena di permukaan itu ada layer-layer persoalan yang ikut mendukung fenomena yang ada di permukaan ini,” pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengusulkan adanya Undang-Undang Kebebasan Beragama.
Menurut Pigai, UU itu perlu dibuat untuk memperbolehkan warga memeluk kepercayaan di luar agama-agama yang telah diakui negara.
“Misalnya mereka yang percaya di luar agama resmi. Kami malah menginginkan untuk ke depan harus ada undang-undang kebebasan beragama. Ini sikap kementerian ya,” kata Pigai di kantor Kementerian HAM, Kuningan, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Pigai mengatakan, UU Kebebasan Beragama berbeda dengan UU Perlindungan Umat Beragama.
Pasalnya, kata dia, UU Perlindungan Umat Beragama terkesan memaksa warga negara memilih salah satu agama yang diakui negara.
“Negara tidak boleh mengakui dan menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama. Karena itu harus menghadirkan, harus ada undang-undang yang memproteksi. Itu tidak boleh,” ujar Pigai.
Ia pun menegaskan, rencana membentuk UU Kebebasan Beragama masih sekadar wacana sehingga ia membuka diskusi bagi mereka yang pro dan kontra.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Ketua PBNU Dukung Usulan Natalius Pigai soal RUU Kebebasan Beragama
/data/photo/2017/05/04/28389122261.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)